28 Maret 2012

Wasiat Kaum Salaf

Wasiat merupakan salah satu ajaran Allah yang mulia, penting dan sangat berguna. Contoh sebuah wasiat Allah di dalam kitab-Nya, yang artinya, “…dan sungguh Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah...”(QS. an-Nisa: 131)

Rasulullah memberikan keteladanan kepada ummatnya berupa contoh wasiat yang baik. Ummu Salamah -istri Nabi- menyebutkan di antara wasiat terakhir Rasulullah, “Shalat...shalat dan (perlakukanlah dengan baik) orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabmu.” (HR. Ahmad, no.27240)

Itulah contoh wasiat Rasulullah yang beliau sampaikan menjelang wafat. Lalu, bagaimana contoh wasiat dari generasi terbaik (baca: Salaf Shalih), yang meneladani Rasulullah dengan baik? Berikut ini beberapa contoh wasiat dari mereka menjelang akhir hayat. Yaitu;

Abu Bakar ash Shiddiq

Abu Malih mengatakan, tatkala menjelang ajal, Abu Bakar mengirim surat kepada Umar bin al-Khaththab, beliau berkata, “Aku wasiatkan kepadamu suatu wasiat, mudah-mudahan engkau mau menerimanya; Sesungguhnya Allah mempunyai hak (yang wajib ditunaikan oleh hamba-Nya) pada malam hari yang tidak diterima oleh-Nya di siang hari, sesungguhnya Allah mempunyai hak pada siang hari yang tidak diterima oleh-Nya di malam hari. Sesungguhnya Allah tak akan menerima amalan yang sunnah hingga yang fardhu ditunaikan, timbangan yang berat sesungguhnya adalah yang di akhirat karena mengikuti kebenaran sewaktu hidup di dunia meskipun terasa berat, adalah hak mizan (timbangan) untuk diletakkan padanya karena benar-benar akan memperberatnya. Tidakkah engkau tahu bahwa ringannya timbangan adalah yang ringan di akhirat karena mengikuti kebatilan sewaktu di dunia, dengan ringan, maka benar-benar diletakkan di dalam timbangannya kebatilan itu sehingga menjadi ringan. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah menurunkan ayat ar-Radja (ayat yang berisi harapan) pada ayat asy-Syiddah (ayat yang berisi ancaman yang keras), dan ayat asy-Syiddah pada ayat ar-Radja, agar seorang hamba harap-harap cemas, tidak menjerumuskan dirinya ke dalam kehancuran, tidak berharap kepada Allah dengan berlebihan.”

Umar bin al-Khaththab

Salim bin Abdullah mengatakan dari ayahnya, “Umar berada di pahaku saat beliau sakit yang mengakibatkan beliau meninggal dunia. Beliau (yakni: Umar–ed) mengatakan, “Letakkan kepalaku di atas tanah.” Aku pun mengatakan, “Ada apa dengan Anda, aku letakkan di atas tanah atau di atas pahaku?!” Lalu, beliau mengatakan, “Tak ada ibu bagimu, letakkanlah di atas tanah.” Maka, aku pun meletakkan kepala beliau di atas tanah. Lalu, beliau mengatakan, ‘Celakalah aku dan celakalah ibuku jika Allah tidak merahmatiku.’”

Utsman bin Affan

Al-‘Ala bin Fadhl dari ayahnya mengatakan, “Tatkala Utsman bin Affan terbunuh, mereka memeriksa beberapa tempat yang dijadikan Utsman sebagai tempat penyimpanan harta. Mereka mendapati sebuah kotak yang tertutup. Lalu, mereka membukanya. Mereka mendapati secarik kertas yang bertuliskan, “Ini adalah wasiat Utsman bin Affan, dengan menyebut nama Allah Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Utsman bin Affan bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa Surga itu benar, neraka benar, Allah akan membangkitkan orang-orang yang berada di dalam kubur pada hari yang tak ada keraguan padanya, sesungguhnya Allah tak akan menyelisihi janji-Nya, di atasnya dia dihidupkan dan di atasnya pula dia dimatikan, dan di atasnya pula dia akan dibangkitkan, insyaallah .

Ali bin Abi Thalib

Asy-Sya’bi mengatakan, “Tatkala Ali bin Abi Thalib ditikam, beliau mengatakan, ‘Apa yang dilakukan orang yang menikamku?’ Mereka mengatakan, ‘Kami telah menangkapnya.’ Beliau mengatakan, ‘Berilah ia makan dari makananku, dan berilah ia minum dari minumanku. Jika aku hidup niscaya aku akan mempertimbangkan kelanjutannya. Namun, jika ternyata aku meninggal maka pukullah ia dengan sekali pukulan saja, jangan kalian menambahkannya.’ Kemudian, beliau berwasiat kepada al-Hasan (putranya-ed) agar ia memandikan jenazahnya, tidak bermahal-mahal dalam (pembelian/penggunaan) kain kafan, beliau mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian bermahal-mahal dalam hal kain kafan, karena sesungguhnya ia akan cepat rusak” (selanjutnya) beliau (Ali bin Abi Thalib-ed)mengatakan, “Dan bawalah aku dengan berjalan, jangan telalu cepat dan jangan pula terlalu lambat. Karena jika keadaanku baik, berarti kalian telah mempercepatku menuju kepada-Nya, dan jika keadaannya buruk berarti kalian telah segera melemparkan aku dari pundak-pundak kalian.”

Fatimah Putri Rasulullah.

Asma bintu Umais mengatakan bahwa Fatimah bintu Rasulillah pernah berwasiat agar yang memandikan (mayatnya) adalah suaminya Ali bin Abi Thalib. Maka, tatkala ia meninggal dunia, suaminya dan Asma bintu ‘Umais memandikan (jenazah)nya.”

Rabi’ bin Khutsaim

Abu Rabi’ah as-Sa’di mengatakan, pernah dikatakan kepada Rabi’ bin Khutsaim, tidakkah Anda berwasiat? Beliau menjawab, “Dengan apa aku berwasiat? Sungguh kalian telah mengetahui bahwa aku tak punya dinar tidak pula dirham, tak akan ada seorang pun yang mempersoalkan diriku di sisi Tuhanku dan aku tak akan memusuhi seorang pun.” Lalu dikatakan kepadanya, berwasiatlah! Beliau pun kemudian mengatakan, “Aku mempunyai seorang istri yang masih muda, jika aku meninggal, maka anjurkanlah ia agar mau menikah, carikan untuknya lelaki shaleh, dan anakku ini, bila kalian melihatnya usaplah kepalanya, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut baginya terdapat tamr di atasnya, tangannya bercahaya pada hari kiamat.” Lalu dikatakan kepada beliau, berwasiatlah! Beliau mengatakan, “Inilah yang ar-Rabi’ bin Khutsaim wasiatkan.”

Abu Bakr Muhammad bin Sirin

Ibnu ‘Aun mengatakan, “Ibnu Sirin pernah berwasiat tatkala hendak meninggal dunia. ‘Dengan menyebut nama Allah Dzat Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah apa yang diwasiatkan oleh Muhammad bin Abi ‘Amrah kepada anak-anak dan keluarganya, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesama kalian; dan taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang yang beriman.” Beliau juga berwasiat seperti apa yang diwasiatkan oleh Nabi Ya’kub kepada anaknya, “Hai anak-anakku! sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam.’”

Marwan bin Hakam

Abdul Aziz bin Marwan mengatakan, Marwan berwasiat kepadaku, “Janganlah engkau jadikan orang yang menyeru kepada Allah sebagai hujjah atasmu. Apabila engkau berjanji dengan suatu janji, maka datangilah tempatnya meskipun engkau akan dipenggal dengan pedang, dan jika engkau mempunyai masalah hendaklah engkau memusyawarahkannya dengan ahli ilmu dan orang-orang yang mencintaimu, karena, kepada ahli ilmu, Allah telah memberikan petunjuk kepada mereka insyaAllah. Adapun kepada orang-orang yang mencintaimu mereka tak akan bakhil untuk memberikan nasihat kepadamu.

Wallahu ‘alam bishshawab



(Abu Umair Amar bin Syakir)
[Sumber: “Washaya al ‘Ulama ‘Inda Huduuril Maut,” Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Zabr ar-Rib’i Abu Sulaiman. Daar Ibnu Katsir, Bairut. Cet.I tahun 1406. Tahqiq: Abdul Qodir al-Arnauth dengan sedikit gubahan]
www.alsofwah.or.id

26 Maret 2012

Kiat menghindari Maksiat

Setiap manusia pernah berbuat dosa dan kesalahan, baik besar ataupun kecil. Rasulullah bersabda, “Setiap anak Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang-orang yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah, no, 4251)

Bahkan para Nabi pun tidak luput dari kesalahan, dan mereka bertaubat kepada-Nya. Seperti nabi Adam pernah melanggar perintah Allah dengan mendekati pohon larangan, kemudian beliau bertaubat dan berdoa kepada Allah, artinya, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 23)

Pada zaman ini, sarana kemaksiatan semakin banyak, orang semakin sulit menghindari racun yang ditimbulkan oleh kemaksiatan tersebut. Walaupun demikian ada beberapa kiat agar terhindar dari kemaksiatan, yaitu;

1. Menganggap Besar Dosa

Orang yang beriman dan bertakwa selalu menganggap besar dosa-dosa, meskipun dosa yang dilakukan tergolong dosa kecil. Mereka merasa terbebani dengan dosa tersebut dan menganggap besar kekurangan dirinya di sisi Allah.

Ibnu Mas’ud berkata, “Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut menimpanya. Sedangkan orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di depan hidungnya.”

Bilal bin Sa’d mengatakan, “Jangan kamu melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”

2. Jangan Meremehkan

Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu meremehkan dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap remeh dosa, maka ia dapat membinasakannya.”(HR. Ahmad dengan sanad hasan)

3. Jangan Mujaharah

Mujaharah adalah melakukan kemaksiatan, dan menceritakan kemaksiatan tersebut kepada manusia. Pelaku maksiat yang mujaharah lebih besar dosanya daripada yang melakukan dosa tanpa mujaharah. Rasulullah bersabda, “Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang terang-terangan dalam bermaksiat). Termasuk mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal (keburukan) pada malam hari kemudian pada pagi harinya ia membeberkannya, padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah melakukan demikian dan demikian.’ Pada malam hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

4. Taubat Nasuha

Allah berfirman, artinya, “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nur: 31)

Rasulullah bersabda, “Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara kamu yang berada di atas kendaraannya di padang pasir yang tandus. Kemudian kendaraan itu hilang darinya, padahal di atas kendaraan itu terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih kehilangan itu, lalu ia menuju pohon dan tidur di bawah naungannya dalam keadaan bersedih terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kendaraannya muncul di dekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya. Kemudian ia berkata, karena sangat bergembira, ‘Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu’. Ia salah ucap karena sangat bergembira.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Mengulangi Taubat

Rasulullah bersabda, “Seorang hamba melakukan dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan suatu dosa, maka ampunilah!’ Tuhannya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah!’. Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian hamba tersebut mengulangi lagi berbuat dosa, maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa kembali, maka ampunilah dosaku!’.Lalu Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa ia memiliki Tuhan yang akan mengampuni dosanya. Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Tiga kali; maka lakukanlah apa yang ia suka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ali bin Abi Thalib berkata, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.” Ditanyakan, ‘Jika ia mengulangi lagi?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Jika ia kembali berbuat dosa?’ Ia menjawab, ‘Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.’ Ditanyakan, ‘Sampai kapan?’ Dia menjawab, ‘Sampai setan berputus asa.”’

6. Senantiasa Beristighfar

Saat-saat beristighfar:
Ketika melakukan dosa
Setelah melakukan ketaatan
Dalam dzikir-dzikir rutin harian
Beristighfar setiap saat
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya sesuatu benar-benar menutupi hatiku, dan sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah dalam sehari 100 kali.” (HR. Muslim, No. 2702)

7. Melakukan Kebajikan Setelah Keburukan

Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebajikan maka kebajikan itu akan menghapus keburukan tersebut, serta perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi. At-Tirmidzi menilai hadits ini hasan shahih)

8. Memurnikan Tauhid

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Ketika Rasulullah dalam perjalanan pada malam yang berakhir di Sidratul Muntaha, beliau diberi tiga perkara: diberi shalat lima waktu, penutup surat al-Baqarah, dan diampuninya dosa orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dari umatnya.” (HR. Muslim)

Rasulullah bersabda, “Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang melakukan kebajikan, maka ia mendapatkan pahala sepuluh kebajikan dan Aku tambah dan barangsiapa yang melakukan keburukan, maka balasannya satu keburukan yang sama, atau diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa; barangsiapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari. Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah yang sama.’” (HR. Muslim dan Ahmad)

9. Bergaul Dengan Orang-Orang Shalih

Manfaat bergaul dengan orang shalih:
Bersahabat dengan orang-orang baik adalah amal shalih
Mencintai orang-orang shalih menyebabkan seseorang bersama mereka di Surga, walaupun ia tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal
Manusia itu terdiri dari 3 golongan, yaitu,

a. Golongan yang membawa dirinya dengan takwa dan mencegahnya dari kemaksiatan. Inilah golongan terbaik.

b. Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan menyesal. Ia merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia berharap suatu hari dapat berpisah dari kemaksiatan tersebut.

c. Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan menyesal karena kehilangan hal itu.

4. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat dipetik dari persahabatan yang baik.

5. Jika berpisah dengan orang-orang yang baik, maka biasanya akan berteman dengan orang yang buruk dan pelaku maksiat.

10. Jangan Mencela Perbuatan Dosa Orang Lain

Rasulullah menceritakan kepada para shahabat bahwa seseorang berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Allah berkata, ”Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya dan Aku telah menghapus amalmu.” (HR. Muslim).



[Sumber: “Sabiilun Najah min Syu’umil Ma’shiyyah,” karangan Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, edisi Indonesia: “13 Penawar Racun kemaksiatan,” Darul Haq, Jakarta.]
www.alsofwah.or.id