Siroh - Siroh Sahabat

UMAR BIN KHATHTHAB

Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak orang.
"Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar adalah seorang
yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta Usman bin Affan
untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar. Tampaknya Abu Bakar khawatir
jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak menuliskan wasiat itu.


Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah.
Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka memanggil
Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam sekitar tahun 6 Hijriah.
Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati ketika mendengar adiknya,
Fatimah, melantunkan ayat Quran.


Selama di Madinah, Umarlah --bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang Quraisy.
Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satu-satunya
sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar menyusulnya
bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis kehilangan."


Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur
sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya
bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu
konsentrasi pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.


Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan serta
keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit yang menjadi
benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Puluhan ribu pasukan
Romawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu
terjadilah pertistiwa mengesankan itu.


Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"-- ingin
menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran
dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia ganti mengambil
pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang
motivasinya berperang serta tentang Islam.


Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius
menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua
rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri.
Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal
di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.


Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima Besar pengganti.
Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal demikian bertentangan prinsip
Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya berjihad bukan karena Umar," katanya.
Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan
menggunakan "tangga manusia", pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar
Heraklius dengan sedih terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah
Syria yang telah lima abad dikuasai Romawi.


Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu pada
pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak dikawal
pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut dengan upacara kebesaran.
Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.
Lalu Umar dengan bajunya yang sangat sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai
seorang pembantu. Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.


Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum Gereja
Syria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa kekuasaan Romawi
mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja Yunani. Maka, Islam segera
menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komando
Amr bin Ash dan Zubair, menantu Abu Bakar.


Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon -pusat kerajaan Persia,
pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan dengan Muhammad anak
Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali. Hussein dan istrinya itu melahirkan
Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah. Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad,
Ismail dan Ibrahim dari ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan
mengapa warga Iran menganut aliran Syi'ah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah
Asia Tengah, mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.


Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal Parsi
Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang lainnya tewas,
sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan pembunuhan tersebut. Yang pasti,
ini adalah pembunuhan pertama seorang muslim oleh muslim lainnya.


Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad. Yakni
melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk departemen-departemen.
Ia tidak lagi membagikan harta pamoasan perang buat pasukannya, melainkan menetapkan gaji
buat mereka. Umar memulai penanggalan Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran
yang dirintis Abu Bakar. Ia juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.


Menurut riwayat, suatu waktu Ali terpesona melihat lampu-lampu masjid menyala pada malam
hari di bulan Ramadhan. "Ya Allah, sinarilah makam Umar sebagaimana masjid-masjid kami terang
benderang karenanya," kata Ali.



UTSMAN BIN AFFAN

Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam masjid hendaknya
diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari keempat hendaknya telah dipilih seorang
pemimpin penggantinya. Umar memberikan enam nama. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib,
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah
anak Ubaidillah.


Keenam orang itu berkumpul. Abdurrahman bin Auff memulai pembicaraan dengan mengatakan
siapa dia antara mereka yang bersedia mengundurkan diri. Ia lalu menyatakan dirinya mundur
dari pencalonan. Tiga orang lainnya menyusul. Tinggallah Utsman dan Ali. Abdurrahman
ditunjuk menjadi penentu. Ia lalu menemui banyak orang meminta pendapat mereka. Namun
pendapat masyarakat pun terbelah.


Imar anak Yasir mengusulkan Ali. Begitu pula Mikdad. Sedangkan Abdullah anak Abu Sarah
berkampanye keras buat Utsman. Abdullah dulu masuk Islam, lalu balik menjadi kafir kembali
sehingga dijatuhi hukuman mati oleh Rasul. Atas jaminan Utsman hukuman tersebut tidak
dilaksanakan. Abdullah dan Utsman adalah "saudara susu".


Konon, sebagian besar warga memang cenderung memilih Utsman. Saat itu, kehidupan ekonomi
Madinah sangat baik. Perilaku masyarakat pun bergeser. Mereka mulai enggan pada tokoh yang
Abdurrahman -yang juga sangat kaya-- pun memutuskan Ustman sebagai khalifah. Ali sempat
protes. Abdurrahman adalah ipar Ustman. Mereka sama-sama keluarga Umayah. Sedangkan Ali,
sebagaimana Muhammad, adalah keluarga Hasyim. Sejak lama kedua keluarga itu bersaing.
Namun Abdurrahman meyakinkan Ali bahwa keputusannya adalah murni dari nurani. Ali kemudian
menerima keputusan itu.


Maka jadilah Ustman khalifah tertua. Pada saat diangkat, ia telah berusia 70 tahun. Ia
lahir di Thalif pada 576 Masehi atau enam tahun lebih muda ketimbang Muhammad. Atas ajakan
Abu Bakar, Ustman masuk Islam. Rasulullah sangat menyayangi Ustman sehingga ia dinikahkan
dengan Ruqaya, putri Muhammad. Setelah Ruqayah meninggal, Muhammad menikahkan kembali Ustman
dengan putri lainnya, Ummu Khulthum.


Masyarakat mengenal Ustman sebagai dermawan. Dalam ekspedisi Tabuk yang dipimpin oleh Rasul,
Ustman menyerahkan 950 ekor unta, 50 kuda dan uang tunai 1000 dinar. Artinya, sepertiga dari
biaya ekspedisi itu ia tanggung seorang diri. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Ustman juga
pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang
menderita di musim kering itu.


Di masanya, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama kalinya, Islam mempunyai armada
laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan
ibanon membangun armada itu. Sekitar 1.700 kapal dipakainya untuk mengembangkan wilayah
ke pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur. Konstantinopel pun sempat
dikepung.


Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak mengangkat keluarganya
menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting diserahkannya pada keluarga Umayah. Yang
paling kontroversial adalah pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara.
Banyak yang curiga, Marwan-lah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa Ustman.


Di masa itu, posisi Muawiyah anak Abu Sofyan mulai menjulang menyingkirkan nama besar
seperti Khalid bin Walid. Amr bin Ash yang sukses menjadi Gubernur Mesir, diberhentikan
diganti dengan Abdullah bin Abu Sarah -keluarga yang paling aktif berkampanye untuk Ustman
dulu. Usman minta bantuan Amr kembali begitu Abdullah menghadapi kesulitan. Setelah itu,
ia mencopot lagi Amr dan memberikan kembali kursi pada Abdullah.


Sebagai Gubernur Irak, Azerbaijan dan Armenia, Ustman mengangkat saudaranya seibu, Walid
bin Ukbah menggantikan tokoh besar Saad bin Abi Waqas. Namun Walid tak mampu menjalankan
pemerintahan secara baik. Ketidakpuasan menjalar ke seluruh masyarakat. Bersamaan dengan
itu, muncul pula tokoh Abdullah bin Sabak. Dulu ia seorang Yahudi, dan kini menjadi seorang
muslim yang santun dan saleh. Ia memperoleh simpati dari banyak orang.


Abdullah berpendapat bahwa yang paling berhak menjadi pengganti Muhammd adalah Ali.
Ia juga menyebut bakal adanya Imam Mahdi yang akan muncul menyelamatkan umat di masa
mendatang -sebuah konsep mirip kebangkitan Nabi Isa yang dianut orang-orang Nasrani.
Segera konsep itu diterima masyarakat di wilayah bekas kekuasaan Persia, di Iran dan
Irak. Pengaruh Abdullah bin Sabak meluas. Ustman gagal mengatasi masalah ini secara
bijak. Abdullah bin Sabak diusir ke Mesir. Abu Dzar Al-Ghiffari, tokoh yang sangat
saleh dan dekat dengan Abdullah, diasingkan di luar kota Madinah sampai meninggal.


Beberapa tokoh mendesak Ustman untuk mundur. Namun Ustman menolak. Ali mengingatkan
Ustman untuk kembali ke garis Abu Bakar dan Umar. Ustman merasa tidak ada yang keliru
dalam langkahnya. Malah Marwan berdiri dan berseru siap mempertahankan kekhalifahan
itu dengan pedang. Situasai tambah panas. Pada bulan Zulkaedah 35 Hijriah atau 656 Masehi,
500 pasukan dari Mesir, 500 pasukan dari Basrah dan 500 pasukan dari Kufah bergerak.
Mereka berdalih hendak menunaikan ibadah haji, namun ternyata mengepung Madinah.


Ketiganya bersatu mendesak Ustman yang ketika itu telah berusia 82 tahun untuk mundur.
Dari Mesir mencalonkan Ali, dari Basrah mendukung Thalhah dan dari Kufah memilih Zubair
untuk menjadi khalifah pengganti. Ketiganya menolak, dan malah melindungi Ustman dan
membujuk para prajurit tersebut untuk pulang. Namun mereka menolak dan malah mengepung
Madinah selama 40 hari. Suatu malam mereka malah masuk untuk menguasai Madinah. Ustman
yang berkhutbah mengecam tindakan mereka, dilempari hingga pingsan.


Ustman membujuk Ali agar meyakinkan para pemberontak. Ali melakukannya asal Ustman tak
lagi menuruti kata-kata Marwan. Ustman bersedia. Atas saran Ali, para pemberontak itu pulang.
Namun tiba-tiba Ustman, atas saran Marwan, menjabut janjinya itu. Massa marah.Pemberontak
balik ke Madinah. M
Muhammad anak Abu Bakar siap mengayunkan pedang. Namun tak jadi melakukannya setelah ditegur
Ustman. Al Ghafiki menghantamkan besi ke kepala Ustman, sebelum Sudan anak Hamran menusukkan
pedang. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas terakhirnya sambil
memeluk Quran yang dibacanya. Sejak itu, kekuasaan Islam semakin sering diwarnai oleh tetesan darah.

Ustman juga membuat langkah penting bagi umat. Ia memperlebar bangunan Masjid Nabawi di
Madinah dan Masjid Al-Haram di Mekah. Ia juga menyelesaikan pengumpulan naskah Quran yang
telah dirintis oleh kedua pendahulunya. Ia menunjuk empat pencatat Quran, Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits, untuk memimpin sekelompok
juru tulis. Kertas didatangkan dari Mesir dan Syria. Tujuh Quran ditulisnya, Masing-masing
dikirim ke Mekah, Damaskus, San'a, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah.


Di masa Ustman, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin Abi Waqqas bertemu dengan
Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim di Kanton.



ALI BIN ABITALIB

Khalifah keempat (terakhir) dari al-Khulafa' ar-Rasyidun (empat khalifah besar);
orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak; sepupu Nabi SAW yang
kemudian menjadi menantunya. Ayahnya, Abu Talib bin Abdul Muttalib bin Hasyim
bin Abd Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi SAW, Abdullah bin Abdul Muttalib.
Ibunya bernama Fatimah binti As'ad bin Hasyim bin Abd Manaf. Sewaktu lahir ia
diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.
Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi SAW, sebagaimana
Nabi SAW pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad SAW diangkat menjadi
rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima
dakwah Islam, setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi SAW. Sejak itu ia
selalu bersama Rasulullah SAW, taat kepadanya, dan banyak menyaksikan Rasulullah
SAW menerima wahyu. Sebagai anak asuh Rasulullah SAW, ia banyak menimba ilmu
mengenai rahasia ketuhanan maupun segala persoalan keagamaan secara teoretis dan
praktis.


Sewaktu Nabi SAW hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali
diperintahkan untuk tetap tinggal di rumah Rasulullah SAW dan tidur di tempat
tidurnya. Ini dimaksudkan untuk memperdaya kaum Kuraisy, supaya mereka menyangka
bahwa Nabi SAW masih berada di rumahnya. Ketika itu kaum Kuraisy merencanakan
untuk membunuh Nabi SAW. Ali juga ditugaskan untuk mengembalikan sejumlah barang
titipan kepada pemilik masing-masing. Ali mampu melaksanakan tugas yang penuh
resiko itu dengan sebaik-baiknya tanpa sedikit pun merasa takut. Dengan cara itu
Rasulullah SAW dan Abu Bakar selamat meninggalkan kota Mekah tanpa diketahui
oleh kaum Kuraisy.


Setelah mendengar Rasulullah SAW dan Abu Bakar telah sampai ke Madinah, Ali pun
menyusul ke sana. Di Madinah, ia dikawinkan dengan Fatimah az-Zahra, putri
Rasulullah SAW, yang ketika itu (2 H) berusia 15 tahun.
Ali menikah dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang putra-putri. Fatimah adalah
istri pertama. Dari Fatimah, Ali mendapat dua putra dan dua putri, yaitu Hasan,
Husein, Zainab, dan Ummu Kulsum yang kemudian diperistri oleh Umar bin Khattab.
Setelah Fatimah wafat, Ali menikah lagi berturut-turut dengan:

Ummu Bamin binti Huzam dari Bani Amir bin Kilab, yang melahirkan empat putra,
yaitu Abbas, Ja'far, Abdullah, dan Usman.
Laila binti Mas'ud at-Tamimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Abdullah dan
Abu Bakar.
Asma binti Umair al-Kuimiah, yang melahirkan dua putra, yaitu Yahya dan
Muhammad.
As-Sahba binti Rabi'ah dari Bani Jasym bin Bakar, seorang janda dari Bani
Taglab, yang melahirkan dua anak, Umar dan Ruqayyah;
Umamah binti Abi Ass bin ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah SAW, yang
melahirkan satu anak, yaitu Muhammad.
Khanlah binti Ja'far al-Hanafiah, yang melahirkan seorang putra, yaitu
Muhammad (al-Hanafiah).
Ummu Sa'id binti Urwah bin Mas'ud, yang melahirkan dua anak, yaitu Ummu
al-Husain dan Ramlah.
Mahyah binti Imri' al-Qais al-Kalbiah, yang melahirkan seorang anak bernama
Jariah.

Ali dikenal sangat sederhana dan zahid dalam kehidupan sehari-hari. Tidak tampak
perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat
sebagai khalifah. Kehidupan sederhana itu bukan hanya diterapkan kepada dirinya,
melainkanj uga kepada putra-putrinya.


Ali terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya
menggetarkan hati lawan-lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari Nabi
SAW) bernama "Zul Faqar". Ia turut-serta pada hampir semua peperangan yang
terjadi di masa Nabi SAW dan selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.


Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan secara mendalam,
sebagaimana tergambar dari sabda Nabi SAW, "Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali
pintu gerbangnya." Karena itu, nasihat dan fatwanya selalu didengar para
khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan kadi atau mufti.
Ketika Rasulullah SAW wafat, Ali menunggui jenazahnya dan mengurus pemakamannya,
sementara sahabat-sahabat lainnya sibuk memikirkan soal pengganti Nabi SAW.
Setelah Abu Bakar terpilih menjadi khalifah pengganti Nabi SAW dalam mengurus
negara dan umat Islam, Ali tidak segera membaiatnya. Ia baru membaiatnya
beberapa bulan kemudian.


Pada akhir masa pemerintahan Umar bin Khattab, Ali termasuk salah seorang yang
ditunjuk menjadi anggota Majlis asy-Syura, suatu forum yang membicarakan soal
penggantian khalifah. Forum ini beranggotakan enam orang. Kelima orang lainnya
adalah Usman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'd bin Abi
Waqqas, dan Abdur Rahman bin Auf. Hasil musyawarah menentukan Usman bin Affan
sebagai khalifah pengganti Umar bin Khattab.


Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Ali banyak mengeritik kebijaksanaannya
yang dinilai terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya (nepotisme). Ali
menasihatinya agar bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan
penyelewengan dengan mengatasnamakan dirinya. Namun, semua nasihat itu tidak
diindahkannya. Akibatnya, terjadilah suatu peristiwa berdarah yang berakhir
dengan terbunuhnya Usman.


Kritik Ali terhadap Usman antara lain menyangkut Ubaidillah bin Umar, yang
menurut Ali harus dihukum hadd (beberapa jenis hukuman dalam fikih) sehubungan
dengan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hurmuzan. Usman juga dinilai keliru
ketika ia tidak melaksanakan hukuman cambuk terhadap Walib bin Uqbah yang
kedapatan mabuk. Cara Usman memberi hukuman kepada Abu Zarrah juga tidak
disetujui Ali.


Usman meminta bantuan kepada Ali ketika ia sudah dalam
keadaan terdesak akibat
protes dan huru-hara yang dilancarkan oleh orang-orang yang tidak setuju
kepadanya. Sebenarnya, ketika rumah Usman dikepung oleh kaum pemberontak, Ali
memerintahkan kedua putranya, Hasan dan Husein, untuk membela Usman. Akan tetapi
karena pemberontak berjumlah besar dan sudah kalap, Usman tidak dapat
diselamatkan.


Segera setelah terbunuhnya Usman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk
dibaiat menjadi khalifah. Mereka beranggapan bahwa kecuali Ali, tidak ada lagi
orang yang patut menduduki kursi khalifah setelah Usman. Mendengar permintaan
rakyat banyak itu, Ali berkata, "Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah
perkara yang teramat penting, urusan tokoh-tokoh Ahl asy-Syura bersama para
pejuang Perang Badr."


Dalam suasana yang masih kacau, akhirnya Ali dibaiat. Pembaiatan dimulai oleh
sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'd bin
Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak.
Pembaiatan dilakukan pada tanggal 25 Zulhijah 33 di Masjid Madinah seperti
pembaiatan para khalifah pendahulunya. Segera setelah dibaiat, Ali mengambil
langkah-langkah politik, yaitu:

Memecat para pejabat yang diangkat Usman, termasuk di dalamnya beberapa
gubernur, dan menunjuk penggantinya.
Mengambil tanah yang telah dibagikan Usman kepada keluarga dan kaum kerabatnya
tanpa alasan kedudukan sebagai khalifah sampai terbunuh pada tahun 661.

Pemberontakan ketiga datang dari Aliran Khawarij, yang semula merupakan bagian
dari pasukan Ali dalam menumpas pemberontakan Mu'awiyah, tetapi kemudian keluar
dari barisan Ali karena tidak setuju atas sikap Ali yang menerima tawaran
berdamai dari pihak Mu'awiyah. Karena mereka keluar dari barisan Ali, mereka
disebut "Khawarij" (orang-orang yang keluar). Jumlah mereka ribuan orang. Dalam
keyakinan mereka, Ali adalah amirulmukminin dan mereka yang setuju untuk
bertahkim telah melanggar ajaran agama. Menurut mereka, hanya Tuhan yang berhak
menentukan hukum, bukan manusia. Oleh sebab itu, semboyan mereka adalah Id hukma
ilia bi Allah (tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Ali dan sebagian pasukannya
dinilai telah berani membuat keputusan hukum, yaitu berunding dengan lawan.
Kelompok Khawarij menyingkir ke Harurah, sebuah desa dekat Kufah. Mereka
mengangkat pemimpin sendiri, yaitu Syibis bin Rub'it at-Tamimi sebagai panglima
angkatan perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di
Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur Ali dan orang-orang
yang menyetujui tahkim, termasuk di dalamnya Mu'awiyah, Amr bin As, dan Abu Musa
al-Asy'ari. Kegagalan Ali dalam tahkim menambah semangat mereka untuk mewujudkan
maksud mereka.


Posisi Ali menjadi serba sulit. Di satu pihak, ia ingin menghancurkan Mu'awiyah
yang semakin kuat di Syam; di pihak lain, kekuatan Khawarij akan menjadi sangat
berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya Ali mengambil keputusan untuk
menumpas kekuatan Khawarij terlebih dahulu, baru kemudian menyerang Syam. Tetapi
tercurahnya perhatian Ali untuk menghancurkan kelompok Khawarij dimanfaatkan
Mu'awiyah untuk merebut Mesir.


Pertempuran sengit antara pasukan Ali dan pasukan Khawarij terjadi di Nahrawan
(di sebelah timur Baghdad) pada tahun 658, dan berakhir dengan kemenangan di
pihak Ali. Kelompok Khawarij berhasil dihancurkan, hanya sebagian kecil yang
dapat meloloskan diri. Pemimpin mereka, Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi, ikut
terbunuh.


Sejak itu, kaum Khawarij menjadi lebih radikal. Kekalahan di Nahrawan
menumbuhkan dendam di hati mereka. Secara diam-diam kaum Khawarij merencanakan
untuk membunuh tiga orang yang dianggap sebagai biang keladi perpecahan umat,
yaitu Ali, Mu'awiyah, dan Amr bin As. Pembunuhnya ditetapkan tiga orang, yaitu:
Abdur Rahman bin Muljam ditugaskan membunuh Ali di Kufah, Barak bin Abdillah
at-Tamimi ditugaskan membunuh Mu'awiyah di Syam, dan Amr bin Bakar at-Tamimi
ditugaskan membunuh Amr bin As di Mesir. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil
menunaikan tugasnya. Ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan salat subuh
di Masjid Kufah. Ali mengembuskan napas terakhir setelah memegang tampuk
pimpinan sebagai khalifah selama lebih-kurang 4 tahun.


Abdurrahman bin 'Auf radhiallahu 'anhu


Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram,terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempatketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Anginyang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.

Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.

Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rizqi yang dibawa kafilah itu ......

Ummul Mu'minin Aisyah r.a. demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya: "Apakah yang telah terjadi di kota Madinah…..?" Mendapat jawaban, bahwa kafilah Abdurrahman bin 'Auf barn datang dari Svam membawa barang-barang dagangannya . .. Kata Ummul Mu'minin lagi: -- "Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?" "Benar, ya Ummal Mu'minin ... karena ada 700 kendaraan...... !" Ummul Mu'minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.

Kemudian katanya: "Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Kulihat Abdurrahman bin'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan!"
Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan... ? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul.. ? Sebagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Nabi saw. Hadits ini lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yangberbeda-beda.

Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya,ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lain berkata kepadanya: "Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupakannya....". Kemudian ulasnyalagi: "Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, ku persembahkan di jalan Allah 'azza wajalla.....!" Dan dibagikannyalah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang maha besar ....

Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah, Abdurahman bin 'Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah ...! Dialah seorang Mu'min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bagian keuntungan dunianya oleh kawna keuntungan Agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala surga. Maka dialah r.a. yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidakterkira, dengan hati yang puas dan rela ... !

******
Kapan dan bagaimana masuknya orang besar ini ke dalam Islam? Ia masuk Islam sejak fajar menyingsing.... Ia telah memasukinya di saat-saat permulaan da'wah, yakni sebelum Rasulullah saw. memasuki rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabatnya orang-orang Mu'min ...

Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam.. . . Abu, Bakar datang kepadanya menyampaikan Islam, begitu juga kepada Utsman bin 'Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubedillah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Makatak ada persoalan yang tertutup bagi mereka, dan tak ada keragu-raguan yang menjadi penghalang, bahkan mereka segera pergi bersama Abu Bakar Shiddiq menemui RasuIullah saw. menyatakan bai'at dan memikul bendera Islam....

Dan semenjak keislamannya sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur tujuhpuluh lima tahun, ia menjadi teladan yang cemerlang sebagai Seorang Mu'min yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi saw. memasukkannya dalam sepuluh orang Yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Dan Umar r.a. mengangkatnya pula sebagai anggota kelompok musyawarah yang berenam yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya, seraya katanya: "Rasulullah wafat dalam keadaan ridla kepada mereka!"

******
Segeralah Abdurrahman masuk Islam menyebabkannya menceritakan nasib malang berupa penganiayaan dan penindasan dari Quraisy .... Dan sewaktu Nabi saw., memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Nabsyi, Ibnu 'Auf ikut berhijrah kemudian kembali lagi ke Mekah, lalu hijrah untuk kedua kalinya ke Habsyi dan kemudian hijrah ke Madinah . . . ikut bertempur di perang Badar, Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.

********
Keberuntungannya dalam perniagaan sampai suatu batas yang membangkitkan dirinya pribadi ketakjuban dan keheranan, hingga katanya:
"Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak......!"

Perniagaan bagi Abdurrahman bin 'Auf r.a. bukan berarti rakus dan loba .. Bukan pula suka menumpuk harta atau hidup mewah dan ria! Malah itu adalah suatu amal dan tugas kewajibanyang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya ... •
Dan Abdurrahman bin 'Auf seorang yang berwatak dinamis, kesenangannya dalam amal yang mulia di mana juga adanya ....Apabila ia tidak sedang shalat di mesjid, dan tidak sedang berjihad dalam mempertahankan Agama tentulah ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat, kafilah-kafilahnya membawa ke Madinah dari Mesir dan Syria barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan .....

Dan watak dinamisnya ini terlihat sangat menonjol, ketika Kaum Muslimin hijrah ke Madinah ....Telah menjadi kebiasaan Rasul pada waktu itu untuk mempersaudarakan dua orang shahabat, salah seorang dari muhajirin warga Mekah dan yang lain dari Anshar penduduk Madinah.
Persaudaraan ini mencapai kesempurnaannya dengan cara yang harmonis yang mempesonakan hati. Orang-orang Anshar penduduk Madinah membagi dua seluruh kekayaan miliknya dengan saudaranya orang muhajirin .. , sampai-sampai soal rumahtangga. Apabila ia beristeri dua orang diceraikannya yang seorang untuk memperisteri saudaranya ......!

Ketika itu Rasul yang mulia mempersaudarakan antara Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'ad bin Rabi'.... Dan marilah kita dengarkan shahabat yang mulia Anas bin Malik r.a. meriwayatkan kepada kita apa yang terjadi:

" ... dan berkatalah Sa'ad kepada Abdurrahman: "Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya raya, silakan pilih separoh hartaku dan ambillah! Dan aku mempunyai dua orang isteri, coba perhatikan yang lebih menarik perhatian anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya......!

Jawab Abdurrahman bin 'Auf: "Moga-moga Allah memberkati anda, isteri dan harts anda ! Tunjukkanlah letaknya pasar agar aku dapat berniaga....!

Abdurrahman pergi ke pasar, dan berjual belilah di sana.......ia pun beroleh keuntungan ...!
Kehidupan Abdurrahman bin 'Auf di Madinah baik semasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam maupun sesudah wafatnya terus meningkat • • • Barang apa Saja yang ia pegang dan dijadikannya pokok perniagaan pasti menguntungkannya. Seluruh usahanya ini ditujukan untuk mencapai ridla Allah semata, sebagai bekal di alam baqa kelak.....!

Yang menjadikan perniagaannya berhasil dan beroleh berkat karena ia selalu bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram bahkan yang syubhat Seterusnya yang menambah kejayaan dan diperolehnya berkat, karena labanya bukan untuk Abdurrahman sendiri . • • tapi di dalamnya terdapat bagian Allah yang ia penuhi dengan setepat-tepatnya, pula digunakannya untuk memperkokoh hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, serta menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara Islam ......

Bila jumlah modal niaga dan harta kekayaan yang lainnya ditambah keuntungannya yang diperolehnya, maka jumlah kekayaan Abdurrahman bin 'Auf itu dapat dikira-kirakan apabila kita memperhatikan nilai dan jumlah yang dibelanjakannya pada jalan Allah Rabbul'alamin!
Pada suatu hati ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:

"Wahai ibnu 'Auf! anda termasuh golongan orang kaya dan anda akan masuk surga secara perlahan-lahan ....! Pinjamknnlah kekayaan itu kepada Allah, pasti Allah mempermudah langkah anda....!"
Semenjak ia mendengar nasihat Rasulullah ini dan ia menyedia kan bagi AIlah pinjaman yang balk, maka Allah pun memberi ganjaran kepadanya dengan berlipat ganda.

Di suatu hari ia menjual tanah seharga 40 ribu dinar, kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Diserahkannya pada suatu hari limaratus ekor kuda untuk perlengkapan balatentara islam ...dan di hari yang lain seribu limaratus kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat lima puluh ribu dinar untuk jalan Allah, lain diwasiatkannya pula bagi setiap orang yang ikut perang Badar dan masih hidup, masing-masing empat ratus dinar, hingga Utsman bin Affan r.a. yang terbilang kaya juga mengambil bagiannya dari wasiat itu, serta katanya:

"Harta Abdurrahman bin 'Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat".

******
Ibnu 'Auf adalah seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya .... Sebagai buktinya, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkannya dan tidak pula dengan menyimpannya ....Bahkan ia mengumpulkannya secara santai dan dari jalan yang halal ....Kemudian ia tidak menikmati sendirian .... tapi ikut menikmatinya bersama keluarga dan kaum kerabatnya serta saudara•saudaranya dan masyarakat seluruhnya. Dan karena begitu luas pemberian serta pertolongannya, pernah dikatakan orang:

"Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin 'Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya kepada mereka . . Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar hutang-hutang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikannya kepada mereka".
Harta kekayaan ini tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya, selama tidak memungkinkannya untuk membela Agama dan membantu kawan-kawannya. Adapun untuk lainnya, ia selalu takut dan ragu.

Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka, karena waktu itu ia sedang shaum .... Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi iapun menangis sambil mengeluh:

"Mushab bin Umeir telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya!

Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahdukan pahala kebaikan kami...!"

Pada suatu peristiwa lain sebagian shahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya: "Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad ... ?" Ujarnya: "Rasulullah saw. telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita ... ?"
Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya .... ! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya:

"Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, niscaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!"
Tetapi bila orang asing itu mengenal satu segi saja dari perjuangan ibnu 'Auf dan jasa-jasanya, misalnya diketahuinya bahwa di badannya terdapat duapuluh bekas luka di perang Uhud, dan bahwa salah satu dari bekas luka ini meninggalkan cacad pincang yang tidak sembuhsembuh pada salah satu kaki nya......sebagaimana pula beberapa gigi seri rontok di perang Uhud, yang menyebabkan kecadelan yang jelas pada ucapan dan pembicaraannya .... Di waktu itulah orang baru akan menyadari bahwa laki•laki yang berperawakan tinggi dengan air muka berseri dan kulit halus, pincang serta cadel, sebagai tanda jasa dari perang Uhud, itulah orang yang bernama Abdurrahman bin 'Auf ... ! Semoga Allah ridla kepadanya dan ia pun ridla kepada Allah ... !

******
Sudah menjadi kebiasaan pada tabi'at manusia bahwa harta kekayaan mengundang kekuasaan ... artinya bahwa orang-orang kaya selalu gandrung untuk memiliki pengaruh guna melindungi kekayaan mereka dan melipat gandakannya, dan untuk memuaskan nafsu, sombong, membanggakan dan mementingkan diri sendiri, yakni sifat-sifat yang biasa dibangkitkan oleh kekayaan... !
Tetapi bila kita melihat Abdurrahman bin 'Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia ajaib yang sanggup menguasai tabi'at kemanusiaan dalam bidang ini dan melangkahinya ke puncak ketinggian yang unik ... !

Peristiwa ini terjadi sewaktu Umar bin Khatthab hendak berpisah dengan ruhnya yang suci dan ia memilih enam orang tokoh dari para shahabat Rasulullah saw. sebagai formatur agar mereka memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang baru....

Jari-jari tangan sama-sama menunjuk dan mengisyaratkan Ibnu 'Auf .... Bahkan sebagian shahabat telah menegaskan bahwa dialah orang yang lebih berhak dengan khalifah di antara yang enam itu, maka ujamya: "Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lebih balk ambil pisau lain taruh ke atas leherku, kemudian kalian tusukkan sampai tembus ke sebelah. ..!"

Demikianlah, baru saja kelompok Enam formatur itu mengadakan pertemuan untuk memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah yang akan menggantikan al-Faruk, Umar bin Khatthab maka kepada kawan-kawannya yang lima dinyatakannya bahwa ia telah melepaskan haknya yang dilimpahkan Umar kepadanya sebagai salah seorang dari enam orang calon yang akan dipilih menjadi khalifah. Dan adalah kewajiban mereka untuk melakukan pemilihan itu terbatas diantara mereka yang berlima saja ....
Sikap zuhudnya terhadap jabatan pangkat ini dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu. Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin 'Auf menetapkan pilihan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka yang berlima, sementara Imam Ali mengatakan:

"Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, bahwa anda adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit, dan dipercaya pula oleh penduduk bumi ... !"
Oleh Ibnu 'Auf dipilihlah Utsman bin Affan untuk jabatan khalifah dan yang lain pun menyetujui pilihannya.

*****
Nah, inilah hakikat seorang laki-laki yang kaya raya dalam Islam! Apakah sudah anda perhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?
Dan pada tahun ketigapuluh dua Hijrah, tubuhnya berpisah dengan ruhnya .... Ummul Mu'minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain,maka diusulkannya kepadanya sewaktu ia masih terbaring diranjang menuju kematian, agar ia bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar....
Akan tetapi ia memang seorang Muslim yang telah dididik Islam dengan sebaik-baiknya, ia merasa malu diangkat dirinya pada kedudukan tersebut ... !

Pula dahulu ia telah membuat janji dan ikrar yang kuat dengan Utsman bin Madh'un, yakni bila salah seorang di antara mereka meninggal sesudah yang lain maka hendaklah ia dikuburkan di dekat shahabatnya itu ... !
******
Selagi ruhnya bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedang lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata:
"Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah ... !"

Tetapi sakinah dari Allah•segera menyelimutinya, lain satu senyuman tipis menghiasi wajahnya disebabkan sukacita yang memberi cahaya serta kebahagiaan yang menenteramkan jiwa... Ia memasang telinganya untuk menangkap sesuatu ....seolah-olah ada suara yang lernbut merdu yang datang mendekat ....

Ia sedang mengenangkan kebenaran sabda Rasulullah saw.yang pernah beliau ucapkan: "Abdurrahman bin 'Auf dalam surga!", lagi pula ia sedang mengingat-ingat janji Allah dalam kitab-Nya:
"Orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Alloh kemudian mereka tidak mengiringi apa yang telah mereka nafqahkan itu dengan membangkit-bangkit pemberiannnya dan tidak pula kata-kata yang menyakitkan, niscaya mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka; mereka tidak usah merasa takut dan tidak pula berdukacita ... !"(Q•S. 2 al-Baqarah: 262)


ZUBAIR BIN AWWAM radhiallahu 'anhu


Pembela Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam
Setiap tersebut nama Thalhah, pastilah disebut orang nama Zubair! Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula nama Thalhah ... ! Maka sewaktu Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mempersaudarakan para shahabatnya di Mekah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair.

Sudah semenjak lama Nabi shallallahu alaihi wasalam memperkatakan keduanya secara bersamaan ..., seperti kata beliau: "Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga''. Dan kedua mereka berhimpun bersama Rasul dalam kerabat dan keturunan.

Adapun Thalhah bertemu asal-usul turunannya dengan Rasul pada Murrah bin Ka'ab. Sedang Zubair bertemu pula asal-usulnya dengan Rasulullah pada Qusai bin Kilab, sebagaimana
pula ibunya Shafiah, adalah saudara bapak Rasulullah

Thalhah dan Zubair, kedua mereka banyak persamaan satu sama lain dalam aliran kehidupan .... Persamaan di antara keduanya sangat banyak dalam pertumbuhan di masa remaja... kekayaan, kedermawanan, keteguhan beragama dan kegagah-beranian.

Keduanya termasuk orang-orang angkatan pertama masuk Islam dan tergolong kepada sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasul masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok shahabat ahli musyawarah yang enam, yang diserahi tugas oleh Umar bin Khatthab memilih Khalifah sepeninggal-nya....

Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna ...bahkan satu sama lain tidak berbeda ... !
Sebagaimana telah kita katakan, Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, karena ia adalah dari golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan keislamannya, dan sebagai perintis telah memainkan peranannya yang penuh berkat di rumah Arqam .... Usianya yaitu itu baru limabelas tahun. Dan begitulah ia telah diberi petunjuk, nur dan kebaikan selagi masih remaja .... Ia benar-benar seorang penunggang kuda dan berani sejak kecilnya ...hingga ahli sejarah menyebutnya bahwa pedang pertama yang dihunuskan untuk membela Islam adalah Zubair bin 'Awwam.
Pada hari-hari pertama dari Islam, sementara Kaum Muslimin waktu itu sedikit sekali hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar berita bahwa Rasul terbunuh.

Seketika itu, tiada lain tindakan Zubair kecuali menghunus pedang dan mengacungkannya, lain ia berjalan di jalan-jalan kota Mekah laksana tiupan angin kercang, padahal ia masih muda belia ... ! Ia pergi mula-mula meneliti berita tersebut dengan bertekadad andainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang Quraisy, sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskan-nya....
Di suatu tempat ketinggian kota mekah, Rasulullah menemukannya, lain bertanya akan maksudnya. Zubair menyampaikan berita tersebut .... Maka Rasulullah memohonkan bahagia dan mendu'akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya.

Sekalipun Zubair seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kurang ia menang,6ung adzab derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. Pernah ia disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan embusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Zubair di bawah tekanan siksa: "Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini!"Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: "Tidak !... demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!" Padahal pada waktu itu ia belum menjadi pemuda teruna, masih belia bertulang lembut ....

Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua, kemudian ia kembali, untuk menyertai ketinggalan semua peperangan bersama Rasulullah.
Tak perna ia ketinggalan dalam berperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan Zubair dan keperkasaannya... ! Maka marilah kita dengarkan bicara salah seorang shahabatnya yang telah menyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat hampir pada segenap bagian tubuhnya, demikian katanya: "Aku pernah menemani Zubair ibnul 'Awwam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah .... Maka kataku kepadanya: "Demi Allah, telah kusaksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikit pun ... !" Mendengar itu Zubair menjawab: "Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah .... !"

Ketika perang Uhud usai dan pasukan Quuaisy berbalik kembali ke Mekah, ia diutus Rasul bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap Kaum Muslimin masih punya kekuatan, dan tidak terpikir lagi untuk kembali ke Madinah guna memulai peperangan yang baru.

Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuhpuluh orang Muslimin. Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh ash-Shiddiq dan Zubair, membuat orang-orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah duga menilai kekuatan Kaum Muslimin, dan membuat mereka berfikir, bahwa pasukan perintis yang diPimpin oleh Zubair dan ash-Shiddiq dan tampak kuat, tak lain sebagai pendahuluan dari balatentara Rasul yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan dansyat. Karena itu mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan mengambil langkah seribu pulang ke Mekah!

Di samping Yarmuk, Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan .... Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar menghadapi balatentara Romawi yang menggunung maju, ia meneriakkan "Allahu Akbar" ...dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat itu seorang diri dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang di tangan kanannya, menari-nari dan berputar bagaikan kincir, tak pernah melemah apalagi berhenti ....

Zubair radhiallahu anhu . sangat gandrung menemui syahid! Amat merindukan mati di jalan Allah.') Ia pernah berkata: "Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal sudah sama diketahui bahwa tak ada Nabi lagi sesudah Muhammad saw. ... maka aku menamai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syuhada ... !

Begitulah dinamainya seorang anaknya Abdullah bin Zubair mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Abdullah bin Jahasy. Dinamainya pula seorang lagi al-Munzir bin Amr mengambil berkat dengan shahabat yang syahid al-Munzir bin Amar.

Dinamainya pula yang lain 'Urwah mengambil berkat dengan 'Urwah bin Amar. Dan ada pula yang dinamainya Hamzah, mengambil berkat dengan syahid yang mulia Hamzah bin Abdul Muthalib. Ada lagi Ja'far, mengambil berkat dengan syahid yang besar Ja'far bin Abu Thalib. Juga ada yang dinamakannya Mush'ab mengambil berkat dengan shahabat yang syahid Mush'ab bin Umeir. Tidak ketinggalan yang dinamainya Khalid mengambil berkat dengan shahabat Khalid bin Sa'id.

Demikianlah ia seterusnya memilih untuk anak-anaknya nama para syuhada, dengan pengharapan agar sewaktu datang ajal mereka nanti, mereka tercatat sebagai syuhada ... !

Dalam riwayat hidupnya telah dikemukakan:"bahwa ia tak pernah memerintah satu daerah pun, tidak pula mengumpul pajak atau bea cukai, pendeknya tak ada jabatannya yang lain kecuali berperang pada jalan Allah ... ". Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan kau lihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian di arena pertempuran ..., dan seolah-olah tanggung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri. Keistimewaannya sebagai pejuang, terlukis pada keteguhan hatinya dan kekuatan urat syarafnya. Ia menyaksikan gugur pamannya Hamzah di perang Uhud. Orang-orang musyrik telah menyayat-nyayat tubuhnya yang terbunuh itu dengan kejam, maka ia berdiri di mukanya dengan sikap satria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Tak ada fikirannya yang lain daripada mengadakan pembalasan yang setimpal, tapi wahyu segera datang melarang Rasul dan Muslimin hanya mengingat soal itu saja ....

Dan sewaktu pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah mengirimnya bersama Ali bin Abi Thalib. Ia berdiri di muka benteng musuh yang kuat serta mengulang-ulang ucapannya: "Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak, akan kami tundukkan benteng mereka ... !" Kemudian ia terjun ke dalam benteng hanya berdua saja dengan Ali.... Dan dengan kekuatan urat syaraf yang mempesona, mereka berdua berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh yang bertahan dalam benteng, lain membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan-kawan mereka di luar

Di perang Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan musyrik dalam perang tersebut nama-nama Malik bin Auf ..., terihat olehnya sesudah pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang Hunain, ia sedang berada di tengah-tengah gerombolan besar shahabat-shahabatnya bersama sisa pasukan yang kalah, maka secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang diri, dan dikucar -kacirkannya kesatuan meueka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian yang mereka gunakan sebagai pangkalan untuk menyergap pemimpin-pemimpin Islam yang baru kembali dari arena peperangan.

Kecintaan dan penghargaan Rasul terhadap Zubair luar biasa sekali, dan Rasulullah sangat membanggakannya, katanya:

"Setiap Nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin 'Awwam ... !'' Karena bukan saja ia saudara sepupunya dan suami dari Asma binti Abu Bakar yang empunya dua puteri semata, tapi iebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang Iuar biasa, keberaniannya yang perkasa, kepemurahannya yang tidak terkira dan pengurbanan diri dan hartanya untuk Allah Tuhan dari alam semesta. Sungguh, Hasan bin Tsabit telah melukiskan sifat-sifatnya ini dengan indah sekali, katanya:

"Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti petunjuknya. Menjadi pembelanya, sementara perbuatan sesuai dengan perkataannya. Ditempuhnya jalan yang telah digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.

Ia adalah seorang berkuda yang termasyhur, dan pahlawan yang gagah perkasa.
Merajalela di medan perang dan ditakuti di setiap arena.
Dengan Rasulullah memplanyai pertalian darah dan masih berhubungan keluarga.
Dan dalam membela Islam mempunyai jasa-jasa yang tidak terkira.
Betapa banyaknya marabahaya yang mengancam Rasulullah Nabi al-Musthafa.
Disingkirkan Zubair dengan ujung pedangnya, maka semoga Allah membalas jasa-jasanya"
Ia seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia.... Keberanian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan ... ! Ia telah berhasil mengurus perniagaannya dengan gemilang, kekayaannya melimpah, tetapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Islam, sehingga ia sendiri mati dalam berutang ... ! Tawakkalnya kepada Allah merupakan dasar kepemurahannya, sumber keberanian dan pengurbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya, dan diwasiatkannya kepada anaknya Abdullah untuk melunasi utang-utangnya, demikian pesannya:

"Bila aku tak mampu membayar utang, minta tolonglah kepada Maulana - induk semang kita -- "Lalu ditanya anaknya Abdullah: "Maulana yang mana bapak maksudkan ... ?" Maka jawabnya: "Yaitu Allah .... Induk Semang dan Penolong kita yang paling utama ... !"

Kata Abdullah kemudian: "Maka demi Allah, setiap aku terjatuh ke dalam kesukaran karena utangnya, tetap aku memohon:
"Wahai Induk Semang Zubair, lunasilah utangnya, maka Allah mengabulkan permohonan itu, dan alhamdulillah hutang pun dapat dilunasi ... "
Dalam perang Jamal sebagaimana telah kami utarakan dalam ceriteranya yang lalu mengenai Thalhah, Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahannya .... Sesudah ia menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangan, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api fitnah, lalu ia pun ditusuk oleh seorang pembunuh yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadap Tuhannya....

Si pembunuh itu pergi kepada Imam All, dengan maksud melaporkan tindakannya terhadap Zubair, dengan dugaan bahwa kabar itu akan membuat Ali bersenang hati, apalagi sambil menanggalkan pedang-pedang Zubair yang telah dirampasnya setelah melakukan kejahatan tersebut ....
Tetapi Ali berteriak demi mengetahui bahwa di muka pintu ada pembunuh Zubair yang minta idzin masuk dan memerintahkan orang untuk mengusirnya, katanya: "Sampaikan berita kepada pembunuh putera ibu Shafiah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka ... !" Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa shahabatnya, ia menciumn dan lama sekali ia menangis kemudian katanya: "Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya ...

Dalam mengakhiri pembicaraan kita mengenai dirinya, apakah masih ada penghormatan yang lebih indah dan berharga untuk dipersembahkan kepada Zubair, dari ucapan Imam Ali sendiri ... ? Yaitu :

"Selamat dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya ! Selamat, kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah ... !




ZAID BIN HARITSAH

( TAK ADA ORANG YANG LEBIH DICINTAINYA DARIPADA RASULULLAH )
Bagian : 1 , dari 2 tulisan

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri melepas balatentara Islam yang akan berangkat menuju medan perang Muktah, melawan orang-orang Romawi. Beliau mengumumkan tiga nama yang akan memegang pimpinan dalam pasukan secara berurutan, sabdanya:

"Kalian semua berada di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah! Seandainya ia tewas, pimpinan akan liambil alih oleh Ja'far bin Abi Thalib; dan seandainya Ja'far tewas pula, maka komando hendaklah dipegang oleh Abdullah ibnul Ra wahah ".

Siapakah Zaid bin Haritsah itu? Bagaimanakah orangnya? Siapakah pribadi yang bergelar "Pencinta Rasulullah ltu"'

Tampang dan perawakannya biasa saja, pendek dengan kulit coklat kemerah-merahan, dan hidung yang agak pesek. Demikian yang dilukiskan oleh ahli sejarah dan riwayat. Tetapi sejarah hidupnya hebat dan besar.

Sudah lama sekali Su'da isteri Haritsah berniat hendak berziarah ke kaum keluarganya di kampung Bani Ma'an. Ia sudah gelisah dan seakan-akan tak shabar lagi menunggu waktu keberangkatannya. Pada suatu pagi yang cerah, suaminya ialah ayah Zaid, mempersiapkan kendaraan dan perbekalan untuk keperluan itu. Kelihatan Su'da sedang menggendong anaknya yang masih kecil, Zaid bin Haritsah. Di waktu ia akan menitipkan isteri dan anaknya kepada rombongan kafilah yang akan berangkat bersama dengan isterinya, dan ia harus menunaikan tugas pekerjaannya, menyelinaplah rasa sedih di hatinya, disertai perasaan aneh, menyuruh agar ia turut serta mendampingi anak dan isterinya. Akhirnya perasaan gundah itu hilang jua. Kafilah pun mulai bergerak memulai perjalanannya meninggalkan kampung itu, dan tibalah waktunya bagi Haritsah untuk mengucapkan selamat jalan bagi putera dan isterinya ....

Demikianiah, ia melepas isteri dan anaknya dengan air mata berlinang. Lama ia diam terpaku di tempat berdirinya sampai keduanya lenyap dari pandangan. Haritsah merasakan hatinya tergoncang, seolah-olah tidak berada di tempatnya yang biasa.

Ia hanyut dibawa perasaan seolah-olah ikut berangkat bersama rombongan kafilah.
Setelah beberapa lama Su'da berdiam bersama kaum keluarganya di kampung Bani Ma'an,.hingga di suatu hari, desa itu dikejutkan oleh serangan gerombolan perampok badui yang menggerayangi desa tersebut.

Mampung itu habis porak poranda, karena tak dapat mempertahankan diri. Semua milik yang berharga dikuras habis dan penduduk yang tertawan digiring oleh para perampok itu sebagai tawanan, termasuk si kecil Zaid bin Haritsah. Dengan perasaan duka kembalilah ibu Zaid kepada suaminya seorang diri.

Demi Haritsah mengetahui kejadian tersebut, ia pun jatuh tak sadarkan diri. Dengan tongkat di pundaknya ia berjalan mencari anaknya. Kampung demi kampung diselidikinya, padang pasir dijelajahinya. Dia bertanya pada kabilah yang lewat, kalau-kalau ada yang tahu tentang anaknya tersayang dan buah hatinya "Zaid"
Tetapi usaha itu tidak berhasil. Maka bersyairlah ia menghibur diri sambil menuntun untanya, yang diucapkannya dari lubuk perasaan yang haru:

"Kutangisi Zaid, ku tak tahu apa yang telah terjadi,
Dapatkah ia diharapkan hidup, atau telah mati.
Demi AIlah ku tak tahu, sungguh aku hanya bertanya.
Apakah di lembah ia celaka atau di bukit ia binasa.
Di kala matahari terbit ku terkenang padanya.
BiIa surya terbenam ingatan kembali menjelma.
Tiupan angin yang membangkitlkan kerinduan pula,
Wahai, alangkah lamanya duka nestapa diriku jadi merana"
Perbudakan sudah berabad-abad dianggap sebagai suatu keharusan yang dituntut oleh kondisi masyarakat pada zaman itu. Begitu terjadi di Athena Yunani, begitu di kota Roma, dan begitu pula di seantero dunia, dan tidak terkecuali di jazirah Arab sendiri.
Syahdan di kala kabilah perampok yang menyerang desa Bani Ma'an berhasil dengan rampokannya, mereka pergi menjualkan barang-barang dan tawanan hasil rampokannya ke pasar 'Ukadz yang sedang berlangsung waktu itu. Si kecil Zaid dibeli oleh Hakim bin Hizam dan pada kemudian harinya ia memberikannya kepada mak ciknya Siti Khadijah. Pada waktu itu Khadijah radliyallahu 'anha telah menjadi isteri Muhammad bin abdillah (sebelum diangkat menjadi Rasul dengan turunnya wahyu yang pertama).Sementara pribadinya yang agung, telah memperlihatkan segala sifat-sifat kebesaran yang istimewa, yang dipersiapkan Allah untuk kelak dapat diangkat-Nya sebagai Rasul-Nya.

Selanjutnya Khadijah memberikan khadamnya Zaid sebagai pelayan bagi Rasulullah. Beliau menerimanya dengan segala senang hati, lalu segera memerdekakannya. Dari pribadinya yang besar dan jiwanya yang mulia, Zaid diasuh dan dididiknya dengan segala kelembutan dan kasih sayang seperti terhadap anak sendiri.

Pada salah satu musim haji, sekelompok orang-orang dari desa Haritsah berjumpa dengan Zaid di Mekah. Mereka menyampaikan kerinduan ayah bundanya kepadanya. Zaid balik menyampaikan pesan salam serta rindu dan hormatnya kepada kedua;orang tuanya. Katanya: kepada para hujjaj atau jamaah haji itu, tolong beritakan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku di sini tingal bersama seorang ayah yang paling mulia.

Begitu ayah Zaid mengetahui di mana anaknya berada, segera ia mengatur perjalanan ke Mekah, bersama seorang saudaranya. Di Mekah keduanya langsung menanyakan di mana rumah Muhammad al-Amin (Terpercaya). Setelah berhadapan muka dengan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Haritsah berkata: "Wahai Ibnu Abdil Mutthalib ..., wahai putera dari pemimpin kaumnya!
Anda termasuk penduduk Tanah Suci yang biasa membebaskan orang tertindas, yang suka memberi makanan para tawanan ....

Kami datang ini kepada anda hendak meminta anak kami. Sudilah kiranya menyerahkan'anak itu kepada kami dan bermurah hatilah menerima uang tebusannya seberapa adanya?"
Rasulullah sendiri mengetahui benar bahwa hati Zaid telah lekat dan terpaut kepadanya, tapi dalam pada itu merasakan pula hak seorang ayah terhadap anaknya. Maka kata Nabi kepada Haritsah: "Panggillah Zaid itu ke sini, suruh ia memilih sendiri. Seandainya dia memilih anda,maka akan saya kembalikan kepada anda tanpa tebusan. Sebaliknya jika ia memilihku, maka demi Allah aku tak hendak menerima tebusan dan tak akan menyerahkan orang yang telah memilihku!"

Mendengar ucapari Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang demikian, wajah Haritsah berseri-seri kegembiraan, karena tak disangkanya sama sekali kemurahan hati seperti itu, lalu ucapnya: "Benar-benar anda telah menyadarkan kami dan anda beri pula keinsafan di balik kesadaran itu!"
Kemudian Nabi menyuruh seseorang untuk memanggil Zaid. Setibanya di hadapannya, beliau langsung bertanya: "Tahukah engkau siapa orang-orang ini?" "Ya, tahu", jawab Zaid, "Yang ini ayahku sedang yang seorang lagi adalah pamanku".

Kemudian Nabi mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya kepada ayahnya tadi, yaitu tentang kebebasan memilih orang yang disenanginya.
Tanpa berfikir panjang, Zaid menjawab: "Tak ada orang pilihanku kecuali anda! Andalah ayah, dan andalah pamanku!"
Mendengar itu, kedua mata Rasul basah dengan gir mata, karena rasa syukur dan haru. Lain dipegangnya tangan Zaid, dibawanya ke pekarangan Ka'bah, tempat orang-orang Quraisy sedang banyak berkumpul, lain serunya:

"Saksikan oleh halian semua, bahwa mulai saat ini, Zaid adalah anakku ... yang akan menjadi ahli warisku dan aku jadi ahli warisnya':

Mendengar itu hati Haritsah seakan-akan berada di awang-awang karena suka citanya, sebab ia bukan saja telah menemukan kembali anaknya bebas merdeka tanpa tebusan, malah sekarang diangkat anak pula oleh seseorang yang termulia dari suku Quraisy yang terkenal dengan sebutan "Ash-Shadiqul Amin", -- Orang lurus Terpercaya --, keturunan Bani Hasyim, tumpuan penduduk kota Mekah seluruhnya.

Maka kembalilah ayah Zaid dan pamannya kepada kaumnya dengan hati tenteram, meninggalkan anaknya pada seorang pemimpin kota Mekah dalam keadaan aman sentausa, yakni sesudah sekian lama tidak mengetahui apakah ia celaka terguling di lembah atau binasa terkapar di bukit.
Rasulullah telah mengangkat Zaid sebagai anak angkat...,
maka menjadi terkenallah ia di seluruh Mekah dengan nama "Zaid bin Muhammad" ....
Di suatu hari yang cerah seruan wahyu yang pertama datang kepada sayidina Muhammad:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang telah menciptakan ! la telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang telah mengajari manusia dengan kalam (pena).

Mengajari manusia apa-apa yang tidah diketahuinya. (Q.S. 96 al-'Alaq; 1 -- 5)

Kemudian susul-menyusul datang wahyu kepada Rasul dengan kalimatnya:

Wahai orang yang berselimut! Bangunlah (siaphan diri), sampaikan peringatan (ajaran Tuhan). Dan agungkan Tuhanmu. (Q.S. 74 al-Muddattsir: 1 - 3)

Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.' Dan jika tidah kamu laksanakan, berarti kamu telah menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah akan melindungimu dari (kejahatan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. (Q.S. 5 al-Maidah: 67)

Maka tak lama setelah Rasul memikul tugas kerasulannya dengan turunnya wahyu itu, jadilah Zaid sebagai orang yang kedua masuk Islam ...,bahkan ada yang mengatakan sebagai orang yang pertama.
Rasul sangat sayang sekali kepada Zaid. Kesayangan Nabi itu memang pantas dan wajar, disebabkan kejujurannya yang tak ada tandingannya, kebesaran jiwanya, kelembutan dan kesucian hatinya, disertai terpelihara lidah dan tangannya.

Semuanya itu atau yang lebih dari itu menyebahkan Zaid punya kedudukan tersendiri sebagai "Zaid Kesayangan" sebagaimana yang telah dipanggilkan shahabat-shahabat Rasul kepadanya. Berkatalah Saiyidah Aisyah radhiyallah 'anha .: "Setiap Rasulullah mengirimkan suatu pasukan yang disertai oleh Zaid, pastilah ia yang selalu diangkat Nabi jadi pemimpinnya. Seandainya ia masih hidup sesudah Rasul, tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah!"

Sampai ke tingkat inilah kedudukan Zaid di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam Siapakah sebenamya Zaid ini?

Ia sebagai yang pernah kita katakan, adalah seorang anak yang pernah ditawan, diperjual-belikan, lalu dibebaskan Rasul dan dimerdekakannya. Ia seorang laki-laki yang berperawakan pendek, berkulit coklat kemerahan, hidung pesek; tapi ia adalah manusia yang berhati mantap dan teguh serta berjiwa merdeka.
Dan karena itulah ia mendapat tempat tertinggi di dalam Islam dan di hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena Islam dan Rasulnya tidak sedikit juga mementingkan tuah kebangsawanan dan turunan darah, dan tidak pula menilai orang dengan predikat-predikat lahiriahnya. Maka di dalam keluasan faham Agama besar inilah cemerlangnya nama-nama seperti Bilal, Shuhaib, 'Ammar, Khabbab, Usamah dan Zaid. Mereka semua punya kedudukan yang gemilang, baik sebagai orang-orang shaleh maupun sebagai pahlawan perang.

Dengan tandas Islam telah mengumandangkan dalam kitab sucinya al-Quranul Karim tentang nilai-nilai hidup:

"Sesungguhnya semulia-mulia kalian di sisi Allah, ialah yang paling taqwa!" (Q.S. 49 al-Hujurat: 13)

Islamlah Agama yang membukakan segala pintu dan jalan untuk mengembangkan berbagai bakat yang balk dan cara hidup yang suci, jujur dan direstui Allah ....

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkan Zaid dengan Zainab anak makciknya. Ternyata kemudian kesediaan Zainab memasuki tangga perkawinan dengan Zaid, hanya karena rasa enggan menolak anjuran dan syafa'at Rasulullah, dan karena tak sampai hati menyatakan enggan terhadap Zaid sendiri. Kehidupan rumah tangga dan perkawinan mereka yang tak dapat bertahan lama, karena tiadanya tali pengikat yaitu cinta yang ikhlas karena Allah dari Zainab, sehingga berakhir dengan perceraian. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil tanggung jawab terhadap rumah tangga Zaid yang telah pecah itu. Pertama merangkul Zainab dengan menikahinya sebagai isterinya, kemudian mencarikan isteri baru bagi Zaid dengan mengawinkannya dengan Ummu Kaltsum binti 'Uqbah.

Disebabkan peristiwa tersebut di atas terjadi kegoncangan dalam masyarakat kota Madinah. Meueka melemparkan kecaman, kenapa Rasul menikahi bekas isteri anak angkatnya?
Tantangan dan kecaman ini dijawab Allah dengan wahyu-Nya, yang membedakan antara anak angkat dan anak kandung atau annak adaptasi dengan anak sebenamya, sekaligus membatalkan adat kebiasaan yang berlaku selama itu. Pernyataan wahyu itu berbunyi sebagai berikut:

Muhammad bukanlah bapah dari seorang laki-laki (yang ada bersama) kalian. Tetapi ia adalah Rasul Allah dan Nabipenutup. (Q.S. 33 al-Ahzab: 40)
Dengan demikian kembali Zaid dipanggil dengan namanya semula "Zaid bin Haritsah"
Dan sekarang ....

Tahukah anda bahwa kekuatan Islam yang pernah maju medan perang "Al-Jumuh" komandannya adalah Zaid bin Haritsah? Dan kekuatan-kekuatan lasykar Islam yang bergerak maju ke medan pertempuran at-Tharaf, al-'Ish, al-Hismi dan lainnya, panglima pasukannya, adalah Zaid bin Haritsah juga?
Begitulah sebagaimana yang pernah kita dengar dari Ummil Mu'minin 'Aisyah radhiyallah 'anha tadi: "Setiap Nabi mengirimkan Zaid dalam suatu pasukan, pasti ia yang diangkat jadi pemimpinnya'"

Akhirnya datanglah perang Muktah yang terkenal itu ....
Adapun orang-orang Romawi dengan kerajaan mereka yang telah tua bangka, secara diam-diam mulai cemas dan takut terhadap kekuatan Islam, bahkan mereka melihat adanya bahaya besar yang dapat mengancam keselamatan dan wujud mereka.

Terutama di daerah jajahan mereka Syam (Syria) yang berbatasan dengan negara dari Agama baru ini, yang senantiasa bergerak maju dalam membebaskan negara-negara tetangganya dari cengkeraman penjajah. Bertolak dari pikiran demikian, mereka hendak mengambil Syria sebagai batu loncatan untuk menaklukkan jazirah Arab dan negeri-negeri Islam.

Gerak-gerik orang-orang Romawi dan tujuan terakhir mereka yang hendak menumpas kekuatan Islam dapat tercium oleh Nabi. Sebagai seorang ahli strategi, Nabi memutuskan untuk mendahului mereka dengan serangan mendadak daripada diserang di daerah sendiri, dan menyadarkan mereka akan keampuhan perlawanan Islam.

Demikianlah, pada bulan Jumadil Ula, tahun yang kedelapan Hijrah tentara Islam maju bergerak ke Balqa' di wilayah Syam.

Demi mereka sampai di perbatasannya, mereka dihadapi oleh tentara Romawi yang dipimpin oleh Heraklius, dengan mengerahkan juga kabilah-kabilah atau suku-suku badui yang diam di perbatasan. Tentara Romawi mengambil tempat di suatu daerah yang bernama Masyarif, sedang lasykar Islam mengambil posisi di dekat suatu negeri kecil yang bernama Muktah, yang jadi nama pertempuran ini sendiri.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui benar arti penting dan bahayanya peperangan ini. Oleh sebab itu beliau sengaja memilih tiga orang panglima perang yang di waktu malam bertaqarrub mendekatkan diri kepada Ilahi, sedang di siang hari sebagai pendekar pejuang pembela Agama. ?Tiga orang pahlawan yang siap menggadaikan jiwa raga mereka kepada Allah, mereka yang tiada berkeinginan kembali, yang bercita-cita mati syahid dalam perjuangan menegakkan kalimah Allah. Mengharap semata-mata ridla ilahi dengan menemui wajah-Nya Yang Maha Mulia kelak ....
Mereka yang bertiga secara berurutan memimpin tentara itu ialah: Pertama Zaid bin Haritsah, kedua Ja'far bin Abi Thalib dan ketiga 'Abdullah bin Rawahah, moga-moga Allah ridla kepada mereka dan menjadikan mereka ridla kepada-Nya, serta Allah meridlai pula seluruh shahabat-shahabat yang lain ....

Begitulah apa yang kita saksikan di permulaan ceritera ini, sewaktu berangkat Rasul berdiri di hadapan pasukan tentara Islam yang hendak berangkat itu. Rasul melepas mereka dengan amanat: "Kalian harus tunduk kepada Zaid bin Haritsah sebagai pimpinan, seandainya ia gugur pimpinan dipegang oleh Ja'far bin Abi Thalib, dan seandainya Ja'far gugur pula, maka tempatnya diisi oleh 'Abdullah bin Rawahah!"

Sekalipun Ja'far bin Abi Thalib adalah orang yang paling dekat kepada Rasul dari segi hubungan keluarga, sebagai anak pamannya sendiri .... Sekalipun keberanian ketangkasannya tak diragukan lagi, kebangsawanan dan turunannya begitu pula, namun ia hanya sebagai orang kedua sesudah Zaid, sebagai panglima pengganti, sedangkan Zaid beliau angkat sebagai panglima pertama pasukan.
Beginilah contoh dan teladan yang diperlihatkan Rasul dalam mengukuhkan suatu prinsip. Bahwa Islam sebagai suatu Agama baru mengikis habis segala hubungan lapuk yang didasarkan pada darah dan turunan atau yang ditegakkan atas yang bathil dan rasialisme, menggantinya dengan bubungan baru yang dipimpin oleh hidayah ilahi yang berpokok kepada hakekat kemanusiaan ....
Dan seolah-olah Rasul telah mengetahui secara ghaib tentang pertempuran yang akan berlangsung, beliau mengatur dan menetapkan susunan panglimanya dengan tertib berurutan: Zaid, lalu Ja'far, kemudian Ibnu Abi Rawahah. Ternyata ketiga mereka menemui Tuhannya sebagai syuhada sesuai dengan urutan itu pula!

Demi Kaum Muslimin melihat tentara Romawi yang jumlahnya menurut taksiran tidak kurang dari 200.000 orang, suatu jumlah yang tak mereka duga sama sekali, mereka terkejut.
Tetapi kapankah pertempuran yang didasari iman mempertimbangkan jumlah bilangan?
Ketika itulah ..., di sana, mereka maju terus tanpa gentar, tak perduli dan tak menghiraukan besarnya musuh .... Di depan sekali kelihatan dengan tangkasnya mengendarai kuda, panglima mereka Zaid, sambil memegang teguh panji-panji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maju menyerbu laksana topan, di celah-celah desingan anak panah, ujung tombak dan pedang musuh. Mereka bukan hanya semata-mata mencari kemenangan, tetapi lebih dari itu mereka mencari apa yang telah dijanjikan Allah, yakni tempat pembaringan di sisi Allah, karena sesuai dengan firman-Nya:

"Sesungguhnya Allah telak membeli jiwa dan harta orang-orang Mu inin dengan surga sebagai imbalannya. (Q.S. 9 at-Taubah: 111)

Zaid tak sempat melihat pasir Balqa', bahkan tidak pula keadaan bala tentara Romawi, tetapi ia langsung melihat keindahan taman-taman surga dengan dedaunannya yang hijau berombak laksana kibaran bendera, yang memberitakan kepadanya, bahwa itulah hari istirahat dan kemenangannya.
Ia telah terjun ke medan laga dengan menerpa, menebas, membunuh atau dibunuh. Tetapi ia tidaklah memisahkan kepala musuh-musuhnya, ia hanyalah membuka pintu dan menembus dinding, yang menghalanginya ke kampung kedamaian, surga yang kekal di sisi Allah ....

Ia telah menemui tempat peristirahatannya yang akhir.
Rohnya yang melayang dalam perjaianannya ke surga tersenyum bangga melihat jasadnya yang tidak berbungkus sutera dewangga, hanya berbalut darah suci yang mengalir di jalan Allah.
Senyumnya semakin melebar dengan tenang penuh nikmat, karena melihat panglima yang kedua Ja'far melesit maju ke depan laksana anak panah lepas dari busurnya. untuk menyambar panji-panji yang akan dipanggulnya sebelum Jatuh ke tanah….



IMAM BUKHARI

Karya Gemilang di atas Keikhlasan dan Kerendah-hatian.

Kemasyhuran Imam Bukhari sebagai perawi hadits tak perlu diragukan lagi. Setiap da'i, dalam ceramahnya, hampir tidak pernah luput mengutip hadits yang dirawikannya. Tak aneh, sebab buku kumpulan haditsnya, al-Jami' al-Shahih atau lebih populernya disebut Shahih al-Bukhari adalah kitab Islam yang paling shahih setelah al-Qur'an. Pendapat itu kemudian diikuti dan dipopulerkan Imam Nawawi seraya diberi tambahan bahwa para ulama telah sepakat dalam masalah itu, sementara ummat Islam juga sudah menerimanya.

Yang dimaksud ulama dan ummat Islam oleh Imam Nawawi tentulah mereka yang hidup antara abad III sampai VII Hijriah, yaitu antara wafatnya Imam Bukhari dan Imam Nawawi. Sedang ulama dan ummat Islam sesudah abad VII tidak termasuk dalam hal ini.

Namun demikian kenyataannya sampai abad IX ini, pendapat dua ulama di atas masih tetap relevan dan diakui para ulama. Meski Shahih al- Bukhari itu juga tak pernah luput dari berbagai kritikan.

Shahih al- Bukhari berisi 7.275 hadits dengan pengulangan. Dan apabila tanpa pengulangan jumlah itu 'hanya' 4.000 buah. Yang mengagumkan lagi, jumlah itu diseleksi dari 600.000 hadits yang diperoleh dari 70.000 guru.

Kebesaran kitab itu juga bisa dilihat dari kitab yang men- syarahi (mengomentari secara lengkap), ada 57 buah. Di antaranya yang sangat populer adalah Fath al-Bari karangan Ibnu Hajar dan Umdah al-Qari karangan Al-'Aini. Jumlah kitab ta'liq (komentar pada bagian-bagian tertentu) ada 5 buah. Sedang mukhtashar (resume)-nya ada 3 buah, yang populer adalah 'al-Tajrid al-Sharih karangan al-Zabidi.

Untuk melahirkan karya momumentalnya itu, Imam Bukhari memerlukan waktu 16 tahun. Begitu lama penulisan itu, karena beliau memang sangat cermat dalam menyeleksi hadits. Disadari betul bahwa yang akan ditulis itu adalah "ucapan" Allah yang disampaikan lewat Nabi. Lantaran itu, beliau tidak mau menulis sebuah hadits pun sebelum mandi lalu shalat istikharah (shalat mohon petunjuk Allah) dua rakaat dan yakin betul bahwa hadits yang ditulis itu benar-benar shahih.

CEMERLANG SEJAK KECIL.

Lahir pada 13 Syawal l94/21 Juli 810 di Bukhara (sekarang masuk wilayah Uzbekistan), beliau menyandang nama yang cukup panjang, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mugirah bin Bardizbah al- Bukhari.

Ayahandanya, Ismail bin Ibrahim al-Ju'fi al- Bukhari, adalah seorang yang gemar mempelajari hadits. Ketika ayahnya meninggal, sebuah perpustakaan pribadi diwariskan kepada Bukhari yang saat itu masih kanak-kanak. Dalam keadaan yatim, Bukhari kemudian mendapat bimbingan ibunya untuk mencintai buku-buku peninggalan ayahnya. Dan bersama-sama kawan sebayanya, ia belajar membaca dan menulis al-Qur'an dan hadits.

Ketabahan dan kasih sayang ibu yang shalihah ini, akhirnya mulai membuahkan hasilnya tatkala pada umur 10 tahun Bukhari muncul sebagai anak brilian, mengalahkan teman-teman sebayanya. Ia sudah hafal al-Qur'an. Ketika berumur 11 tahun perpustakaan ayahnya sudah tidak memadai lagi bagi Bukhari. Semua buku sudah ludes dibacanya. Semangatnya untuk mempelajari hadits semakin menggebu-gebu. Mulailah ia kemudian berguru ke beberapa ahli hadits di negerinya.

Tak urung, guru-gurunya itu terkagum-kagum melihat kemampuan Bukhari. Betapa tidak, pada usia 16 tahun Bukhari sudah hafal kitab-kitab hadits yang ditulis oleh Abdullah bin al- Mubarak dan Waki', dua tokoh ahli hadits terkemuka saat itu. Tidak hanya menghafal, beliau juga mampu memberikan koreksi atas kesalahan sanad hadits. Pada umur 18 tahun, Bukhari sudah menulis sebuah buku berjudul Qadaaya as-Sahaabat wa at-Taabi'in.

Tahun 216 H Bukhari diajak ibudanya naik hajji, disertai kakaknya, Ahmad. Tetapi Bukhari tidak ikut kembali ke Bukhara. Ia memilih tetap tinggal di Makkah untuk mendalami hadits dari tokoh-tokoh ahli hadits seperti al-Walid al- Azraqi dan Ismail bin Salim al-Saigh. Kemudian pergi ke Madinah untuk mempelajari hadits dari anak cucu sahabat Nabi.

Ibarat minum air laut, semakin banyak semakin haus. Meski ilmu haditsnya luar biasa, Bukhari merasa kurang terus. Ia kian haus ilmu. Maka mulailah ia mondar-mandir ke beberapa kota dan negara, menemui ahli-ahli hadits. Di antaranya ke Baghdad, Wasit, Basrah, Kufah, Kairo, Khurasan dan sebagainya.

Pada waktu berada di Baghdad, kemampuannya sebagai ahli hadits yang masih muda pernah 'diuji' oleh sekelompok tokoh ahli hadits dan ulama setempat. Maka dalam suatu pertemuan ilmiah yang telah direncanakan, 100 hadits yang telah dicampur-aduk baik sanad maupun matannya, diajukan kepada Bukhari untuk disusun kembali seperti semula. Tanpa ragu- ragu lagi, Bukhari mengoreksi sanad dan matannya, kemudiun menyusun kembali dengan tanpa kesalahan sedikit pun. Para hadirin pun kagum dengan kemampuan anak muda ini.

Dari melanglang buana itu, Imam Bukhari berhasil mengumpulkan 600 ribu hadits, separuh di antaranya dihafalnya. Barangkali tak akan ada Shahih al- Bukhari, jika Imam Bukhari tidak menghiraukan keadaan ummat Islam saat itu.

Pada saat itu, medan hadits adalah bagaikan lautan yang sangat luas yang bercampur antara hadits shahih dan hadits palsu, antara yang benar dan yang buatan. Hadits, oleh sebagian orang telah dikomersialkan. Mereka telah menghilangkan batas-batas hadits shahih dan hadits palsu. Mereka telah memanfaatkan hadits untuk memperoleh keuntungan pribadi. Keadaan semacam ini tentu saja menggelisahkan para ulama dan orang-orang yang bertaqwa.

Untuk menyelamatkan ummat itu, Imam Bukhari lantas berinisiatif mengumpulkan hadits-hadits yang shahih saja. Apalagi beliau kemudian juga mendapat dorongan spiritual. "Saya bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw, saya berdiri di hadapan Nabi seraya mengipasi mengusir lalat dari badan Nabi," katanya. Oleh ahli ta'bir mimpi itu diartikan, "Anda akan membersihkan pembohong-pembohong yang dilontarkan kepada Rasulullah." Dual hal itulah yang mendorong beliau menulis Shahih al- Bukhari.

Tatkala beliau mulai menyeleksi hadits, di tangan beliau sudah ada 600 ribu hadits. Dalam proses itu beliau menerapkan kriteria yang sangat ketat dan hati-hati. Saking ketatnya, kriteria itu nyaris tidak pernah digunakan ahli hadits lain.

Imam Bukhari sangat mengutamakan sanad (mata rantai rawi), ketimbang matannya (isi dan inti) hadits. Beliau benar-benar mengecek pribadi perawinya. Bagaimana tentang ketaqwaannya, kejujurannya, kenetralannya terhadap suatu golongan. Jika mereka terbukti bersih terhadap hal-hal tersebut, mereka dianggap sebagai orang yang dapat dipercaya (tsiqat). Jika ada ketersambungan zaman dengan orang-orang yang meriwayatkan hadits, penulis hadits, dan nama mereka tercantum dalam mata rantai perawi hadits itu, oleh beliau, hadits itu dianggap shahih.

Memang, bagi Imam Bukhari, mata rantai rawi adalah tiang pancang hadits. Jika dia roboh, akan robohlah haditsnya. Jika mata rantai itu benar, haditsnya dapat diterima, walau bagaimanapun isinya. Bahkan, sekalipun isi hadits itu bertentangan dengan logika atau sejarah.

Meski ilmunya sangat luas, Imam Bukhari dikenal sebagai pribadi yang sangat tawadhu'. Suatu saat beliau pernah berkata, "Aku berharap untuk berjumpa dengan Allah, dan Dia tidak menghisab diriku bahwa diriku ini telah melakukan gunjingan terhadap orang lain." Ucapannya itu dibuktikan dengan caranya menyeleksi hadits. Jika beliau menemukan seorang perawi hadits yang tidak diterima atau tertolak, beliu hanya mengatakan, "Ada sesuatu dalam dirinya," atau "Mereka tidak berkata apa-apa tentang dirinya." Tak pernah beliau mengatakan dengan terus terang, "Fulan itu seorang pembohong."

Seperti sahabat-sahabat Nabi yang lainnya, Imam Bukhari pun juga menghadapi cobaan yang tidak ringan. Ketika beliau pulang 'kampung' ke Bukhara --waktu itu Imam Bukhari sudah berumur 62 tahun-- beliau diminta mengajar anak-anak gubernur setempat, Khalid bin Ahmad, di rumahnya. Tetapi Imam Bukhari menjawab bahwa ia bersedia mengajar, asalkan anak-anak gubernur itu datang ke rumahnya. Bagi Imam Bukhari, ilmu itu harus didatangi, bukan didatangkan.
Dasar Gubernur sombong, mendengar jawaban seperti itu ia tersinggung dan murka. Imam Bukhari lantas diusir. Ahli hadits yang dikenal hidup sederhana ini terpaksa pindah ke satu kampung yang terletak tidak jauh dari kota Samarkand. Di sanalah beliau menghabiskan sisa hidupnya. Beliau wafat pada malam 'Idul Fitri 256 H dalam usia 62 tahun.

Fisik beliau memang telah lama tiada, namun 'ruh' beliau hingga sekarang masih hidup. Beliau wafat tidak hanya meninggalkan nama, namun juga karya yang legendaris yakni Shahih al-Bukhari.

Di samping ahli hadits dengan julukan Imam al-Muhadditsin, Imam Bukhari juga terkenal sebagai ahli fikih dan mujtahid. Banyak fatwanya yang hingga kini masih dianut oleh ummat Islam. Di antaranya, 'Bertemu dua kemaluan tanpa keluar sperma tidak diwajibkan mandi. Sperma yang ada di kain, boleh dibasuh dan boleh pula dikikis saja. Bila hari raya jatuh pada hari Jum'at, maka orang yang shalat hari raya tidak perlu lagi malaksanakan shalat Jum'at. Keadaan sakit adalah di antara uzur yang membolehkan seseorang menjamak shalat. Hadits-hadits dhaif tidak bisa dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, maupun dalam hal keutamaan amal.'

KRITIK HADITS BUKHARI.

Salah satu yang mengkritik Shahih al-Bukhari adalah Syeikh Muhammad al-Ghazali. Ia adalah termasuk da'i agung dan pemikir Islam kaliber internasional. Ia punya pendirian bahwa bila hadits itu bertentangan dengan kebenaran sains atau kebenaran sejarah yang sudah pasti, maka hadits itu harus ditolak, meskipun terdapat dalam Shahih al-Bukhari. Sebab, menurutnya, Imam Bukhari tidak termasuk orang yang maksum (yang terjaga dari melakukan kesalahan).

Misalnya hadits yang diragukan keshahiannya oleh Muhammad al-Ghazali, "Seandainya tidak ada Bani Israil, maka makanan dan daging itu tidak akan busuk." Ia mempertanyakan, apakah hubungannya antara Bani Israil dan membusuknya daging? Menurutnya, membusuknya daging adalah masalah alami. Apabila daging dibiarkan saja dalam waktu yang lama, ia akan membusuk tanpa harus ada orang-orang Bani Israil.

Muhammad al-Ghazali tampaknya kurang cermat dalam memahami maksud hadits tersebut. Menurut Dr. Abdul Jalil Syalabi, maksud hadits tersebut adalah sebagai kecaman terhadap kekikiran dan kebakhilan orang-orang Yahudi. Sebab, mereka tidak mau memberikan makanan dan daging kepada orang lain, dan dibiarkan hal itu sampai busuk. Pendapat ini senada dengan al-Minawi dalam memberikan syarah terhadap hadits tersebut.

Jadi, dengan merujuk kepada kitab-kitab syarah hadits, ditambah dengan adanya berbagai versi (riwayat) untuk suatu hadits yang sama, maka hal itu akan membantu kita dalam memahami maksud hadits, tanpa harus menolaknya. Wallahua'lam.




---------------------------------
Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping" your friends today! Download Messenger Now

[Non-text portions of this message have been removed]



___________________)|(_______________________
"Ya Allah berkahilah kami dalam bulan Rajab
dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami pada bulan
Ramadhan."
---------------------------------------------



UBAI BIN KA'AB

"Selamat Bagimu, Hai ABUL MUNZIR, Atas ilmu Yang Kamu Capai...!"

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menanyainya: "Hai Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?" Orang itu menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengulangi pertanyaannya: "Abul Munzir! Ayat manakah dari Kitabullah yang teragung?" Maka jawabnya: "Allah tiada Tuhan melainkan la, Yang Maha Hidup lagi Maha Pengatur " (Q•S. 2 al-Baqarah:255)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun menepuk dadanya, dan dengan rasa bangga yang tercermin pada wajahnya, katanya: "Hai Abul Munzir! Selamat bagi anda atas ilmu yang anda capai!"

Abul Munzir yang mendapat ucapan selamat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang mulia atas ilmu dan pengertian yang dikaruniakan Allah kepadanya itu, tiada lain adalah Ubai bin Ka'ab, seorang shahabat yang mulia ....

Ia adalah seorang warga Anshar dari suku Khazraj, dan ikut mengambil bagian dalam perjanjian 'Aqabah, perang Badar dan peperangan-peperangan penting lainnya. Ia mencapai kedudukan tinggi dan derajat mulia di kalangan Muslimin angkatan pertama, hingga Amirul Mu'minin Umar radhiyallahu 'anhu sendiri pernah mengatakan tentang dirinya: - "Ubai adalah pemimpin Kaum Muslimin... !"

Ubai bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu merupakan salah seorang perintis dari penulis-penulis wahyu dan penulis-penulis surat. Begitupun dalam menghafal al-Qur"anul Karim, membaca dan memahami ayat-ayatnya, ia termasuk golongan terkemuka.

Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan kepadanya: "Hai Ubai bin Ka'ab! Saya dititahkan untuk menyampaikan al-Quran padamu". Ubai radhiyallahu 'anhu maklum bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya menerima perintah-perintah itu dari wahyu Maka dengan harap-harap cemas ia menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Wahai Rasulullah, ibu-bapakku menjadi tebusan anda! Apakah kepada anda disebut namaku?" Ujar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Benar! Namamu dan turunanmu di tingkat tertinggi…. ! Seorang Muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pastilah ia seorang Muslim yang Agung, amat Agung ! Selama tahun-tahun pershahabatan, yaitu ketika Ubai bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu selalu berdekatan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tak putus-putusnya ia mereguk dari telaganya yang dalam itu airnya yang manis. Dan setelah berpulangnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Ubai bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu menepati janjinya dengan tekun dan setia, baik dalam beribadat, dalam keteguhan beragama dan keluhuran budi ....Di samping itu tiada henti-hentinya ia menjadi pengawas bagi kaumnya. Diingatkannya mereka akan masa-masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masih hidup, diperingatkan keteguhan iman mereka, sifat zuhud, perangai dan budi pekerti mereka.
Di antara ucapan-ucapannya yang mengagumkan yang selalu didengungkannya kepada shahabat-shahabatnya ialah: "Selagi kita bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tujuan kita satu .... Tetapi setelah ditinggalkan beliau tujuan kita bermacam macam, ada yang ke kiri dan ada yang ke kanan…..!

Ia selalu berpegang kepada taqwa dan menetapi zuhud terhadap dunia, hingga tak dapat terpengaruh dan terpedaya. Karena ia selalu menilik hakikat sesuatu pada akhir kesudahannya. Sebagaimana juga corak hidup manusia, betapapun ia berenang dengan lautan kesenangan,dan kancah kemewahan, tetapi pasti ia menemui maut di mana segalanya akan berubah menjadi debu, sedang di hadapannya tiada yang terlihat kecuali hasil perbuatannya yang balk atau yang buruk ....
Mengenai dunia, Ubai pernah melukiskannya sebagai berikut: - "Sesungguhnya makanan manusia itu sendiri, dapat diambil sebagai perumpamaan bagi dunia: biar dikatakannya enak atau tidak, tetapi yang penting menjadi apa nantinya ... ?"

Bila Ubai radhiyallahu 'anhu berbicara di hadapan khalayak ramai, maka semua leher akan terulur dan telinga sama terpasang, disebabkan sama terpukau dan terpikat, sebab apabila ia berbicara mengenai Agama Allah tiada seorang pun yang ditakutinya, dan tiada udang di balik batu.
Tatkala wilayah Islam telah meluas, dan dilihatnya sebagian Kaum Muslimin mulai menyeleweng dengan menjilat pada pembesar-pembesar mereka, ia tampil dan melepas kata-katanya yang tajam: "Celaka mereka, demi Tuhan! Mereka celaka dan mencelakakan ! Tetapi saya tidak menyesal melihat nasib mereka, Hanya saya sayangkan ialah Kaum Muslimin yang celaka disebabkan mereka... !"
Karena keshalehan dan ketaqwaannya, Ubai selalu menangis setiap teringat akan Allah dan hari yang akhir....Ayat-ayat al-Quranul Karim baik yang dibaca atau yang didengarnya semua menggetarkan hati dan seluruh persendiannya.

Tetapi suatu ayat di antara ayat-ayat yang mulia itu, jika dibaca atau terdengar olehnya akan menyebabkannya diliputi oleh rasa duka yang tak dapat dilukiskan. Ayat itu ialah:
" Katakanlah: la ( Allah ) Kuasa akan mengirim siksa pada kalian, baik dari atas atau dari bawah kaki kalian, atau membaurkan kalian dalan satu golongan berpecah-pecah, dan ditimpakan-Nya kepada kalian perbuatan kawannya sendiri " (Q•S. 6 al-An'am: 65)
Yang paling dicemaskan oleh Ubai radhiyallahu 'anhu terhadap ummat Islam ialah datangnya suatu generasi ummat bercakar-cakaran sesama mereka.

Ia selalu memohon keselamatan kepada Allah...dan berkat karunia serta rahmat-Nya, hal itu diperolehnya, dan ditemuinya Tuhannya dalam keadaan beriman, aman tenteram dan beroleh pahala....