29 Mei 2011

Puasa Sunnah dan Manfaatnya

Setiap kewajiban memiliki nafilah (sunnah) yang dapat mempertahankan
keberadaan kewajiban tersebut serta menyempurnakan kekurangannya. Shalat
lima waktu misalnya, memiliki shalat-shalat sunnah baik sebelum atau
sesudahnya. Demikian juga dengan zakat, yang memiliki shadaqah sunnah. Haji
dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan sekali seumur hidup, sedangkan
selebihnya adalah sunnah.

Puasa pun demikian, puasa wajib dikerjakan pada bulan Ramadhan sedangkan
puasa yang sunnah banyak sekali, di antaranya:
Puasa sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang yang belum mampu menikah. Ada pula puasa
sunnah yang ditentukan misalnya puasa enam hari di bulan Syawwal. Keutamaan
puasa ini adalah bahwa siapa yang mengerjakan nya setelah puasa Ramadhan,
maka seakan-akan dia telah berpuasa sepanjang tahun.

Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang
bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari
di bulan Syawwal maka ia seperti berpuasa ad-dahar (sepanjang tahun)." (HR.
Muslim).

Selain puasa enam hari bulan Syawwal, masih ada puasa-puasa sunnah yang
lainnya, di antaranya adalah:

- Puasa Tiga Hari Setiap Bulan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Tiga hari dalam setiap bulan (hijriyah), serta dari Ramadhan ke Ramadhan,
semua itu seolah-olah menjadikan pelakunya berpuasa setahun penuh." (HR.
Ahmad dan Muslim)

Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa kekasihnya (Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam) telah mewasiatkan tiga perkara kepadanya, di
antaranya adalah puasa selama tiga hari dalam setiap bulan.

Yang paling utama, puasa tiga hari tersebut dilakukan pada ayyamul bidh
(hari-hari putih/terang, yakni malam-malam purnama) pada tanggal 13, 14 dan
15 setiap bulannya. Dasarnya adalah hadits Abu Dzar radhiyallahu 'anhu bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka
berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas." (HR. Ahmad
dan an-Nasa'i di dalam as-Sunan)

- Puasa 'Arafah

Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab, "Dia (puasa Arafah)
menghapuskan dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang."

Demikian pula disunnahkan berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah.

- Puasa Asyura'

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa Asyura'
(puasa tangggal 10 Muharram), maka beliau menjawab, "Dia menghapuskan dosa
tahun yang lalu."

Demikian pula secara umum puasa di bulan Muharrram, sebagaimana terdapat di
dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah
puasa Ramadhan, maka beliau menjawab,
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah
al-Muharram."

- Puasa Bulan Sya'ban

Mengenai puasa bulan Sya'ban ini, telah disebutkan di dalam ash-Shahihain
dari Aisyah xberkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berpuasa selama sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku
tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa seperti yang dilakukannya
pada bulan Sya'ban."

Disebutkan dalam riwayat yang lain, "Beliau banyak berpuasa pada bulan itu,
kecuali hanya sedikit hari-hari (beliau berbuka) di dalamnya.

- Puasa Senin Kamis

Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada
hari Senin maka beliau bersabda,
"Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai Nabi, atau hari
diturunkannya al-Qur'an kepadaku."

Di dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu 'anha dia berkata,
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis.
(HR. Lima Imam ahli hadits, kecuali Abu Dawud).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda,
"Amal-amal itu diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang jika
amalku ditampakkan pada saat aku sedang berpuasa." (HR at-Tirmidzi)

- Puasa Nabi Dawud

Tentang puasa Nabi Dawud ini terdapat dalam riwayat al-Bukhari bahwa
Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu 'anhu pernah berkata kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, "Demi Allah aku akan berpuasa pada siang hari dan bangun
pada malam hari terus menerus selama hidupku."

Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
maka beliau bersabda,
"Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal tersebut, karena itu
berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, berpuasalah engkau tiga hari
dalam setiap bulannya, karena satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat,
dan itu seperti puasa ad-Dahr (sepanjang tahun).

Tatkala mendengar jawaban dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini
Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya aka mampu
melakukan yang lebih baik daripada itu. Maka beliau bersabda, "Berpuasalah
satu hari dan berbukalah (tidak berpuasa) dua hari." Abdullah Ibnu Amr
radhiyallahu 'anhu menjawab, "Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih
baik daripada itu." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda,
"Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu adalah
puasa Dawud, puasa tersebut adalah puasa yang paling baik."

Lalu Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya aku mampu
melakukan yang lebih baik daripada itu." Maka Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda, "Tidak ada yang lebih baik daripada puasa tersebut."

PENGARUH PUASA SUNNAH

1. Puasa sunnah dapat dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri
kepada Rabb-Nya, karena membiasakan diri berpuasa di luar puasa Ramadhan
merupakan tanda diterimanya amal perbuatan, insya Allah. Hal ini karena
Allah subhanahu wata'ala jika menerima amal seorang muslim maka dia akan
memberikan petunjuk kepadanya untuk mengerjakan amal shalih setelahnya.

2. Puasa Ramadhan yang dikerjakan seorang muslim untuk Rabbnya dengan penuh
keimanan dan pengharapan pahala, akan menyebabkan seorang muslim mendapatkan
ampunan atas dosa-dosa sebelumnya. Orang yang yang berpuasa akan mendapatkan
pahala pada hari Idul Fithri, karena hari itu merupakan hari penerimaan
pahala. Maka puasa setelah berlalunya Ramadhan merupakan bentuk rasa syukur
terhadap nikmat ini, bagi hubungan seorang muslim dengan Rabbnya.

3. Puasa sunnah merupakan janji seorang muslim untuk Rabbnya bahwa ketaatan
itu akan terus berlangsung dan tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, bahwa
kehidupan ini secara keseluruhannya adalah ibadah. Dengan demikian puasa itu
tidak berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan, tetapi puasa itu terus
disyari'atkan sepanjang tahun. Maha benar Allah subhanahu wata'ala yang
telah berfirman,
"Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Rabb semesta alam." (QS. 6:162)

4. Puasa sunnah menjadi sebab timbulnya kecintaan Allah subhanahu wata'ala
kepada hamba-Nya serta sebab terkabulnya doa, terhapusnya
kesalahan-kesalahan, berlipatgandanya kebaikan kebaikan, tingginya derajat
serta sebab keberuntungan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan.

Puasa Makruh

Di antara puasa-puasa yang dimakruhkan adalah:


a.. Puasa Arafah bagi orang yang menunaikan ibadah haji.

b.. Puasa hari Jum'at saja.

c.. Puasa hari Sabtu saja.

d.. Puasa hari terakhir dari bulan Sya'ban, kecuali jika bertepatan dengan
puasa yang telah bisa dilakukan seperti puasa Senin Kamis.

e.. Puasa ad-Dahr, jika berbuka pada hari-hari yang diharamkan berpuasa.
Jika tetap berpuassa maka hukumnya adalah haram.


Puasa Yang Diharamkan

Di antara puasa yang dilarang adalah sebagai berikut:

a.. Puasa dua hari raya.

b.. Puasa hari-hari tasyriq

c.. Puasa saat haid dan nifas bagi wanita

d.. Puasa sunnah bagi wanita jika suami melarangnya.

e.. Puasa orang sakit yang jika berpuasa membahayakan dirinya.


Sumber (dengan meringkas):
1. Meraih Puasa Sempurna, Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, Pustaka
Ibnu Katsir.
2. Majelis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Pustaka Imam
asy-Syafi'i. (kholif)
Netter Al-Sofwa yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran adalah
kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah
dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum
mengetahuinya.
Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

Waassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh



( http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=356 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar